Misteri Kemurnian Hati
وما
امروا الا ليعبدوا الله مخلصين له الدين
Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah bin Yaman beliau berkata; “Saya
bertanya kepada Rasulullah Saw tentang apakah itu ikhlas?”. Rasul menjawab:
“Saya telah bertanya pada Jibril tentang apakah itu ikhlas? Dan Jibril
menjawab; “Saya telah bertanya pada Allah ‘Azza wa Jalla tentang apakah itu
ikhlas? Dan Allah menjawab; “Ikhlas adalah satu rahasia dari beberapa
rahasiaku. Aku menitipkannya (ikhlas) di hati hamba-hambaku yang mencintaiku. (Fathul
Bari 4/109).
Apa sih Ikhlas itu?
Para ulama’ dan ahli haqiqat berbeda pendapat dalam menjelaskan apa itu
ikhlas. Imam Qusyairi mendefinisikan ikhlas dengan “Menyendirikan Allah
dzat yang haq sebagai tujuan, dengan meniatkan segala ketaatannya sebagai
bentuk taqarrub pada Allah bukan pada yang lain, semisal; berbuat karena
makhluq, mengharap pujian manusia, atau sesuatu lain yang selain mendekatkan
diri pada Allah.”
Ada juga yang mendefinisikan, ikhlas adalah
memurnikan pekerjaan dari pandangan makhluk. Dalam artian tidak peduli saat
dipuji maupun dicela, tidak berpaling pada apa-apa yang ada pada mereka, dan juga
tidak merasa senang bila ada yang memperhatikan perbuatannya. Inilah
tanda-tanda keikhlasan seorang hamba.
Keikhlasan adalah segalanya
Ke-ikhlas-an adalah asal dari semua ketaatan.
Tanpanya amal akan sia-sia, dan dengannya amal sedikit jadi berharga. Ada
sebuah kisah tentang seorang pemuda yang memiliki amal sedikit, meski sedikit
pemuda itu memurnikan niatnya ketika mengerjakan amal itu. Hanya untuk Allah,
bukan yang lain! Hingga suatu ketika malaikat hafadzah naik dan
melaporkan amal pemuda tersebut. Lantas Allah menjawab laporan malaikat itu
seraya berkata; “catatlah dia dalam golongan hambaku yang berada di surga
tertinggi. Sebab yang ia kehendaki dalam amalnya hanyalah diriku”.
Begitulah, Allah tidaklah memandang kuantitas dari
amal seorang hamba. justru keikhlasan dalam beramallah yang menjadi barometer
kualitas amal seseorang.
Tingkatan keikhlasan
Dari beberapa tanda-tanda keikhlasan, samanya reaksi
diri terhadap pujian dan celaan orang lain adalah derajat ikhlas yang
pertama, yaitu selamat dari riya’. Sedangkan
derajat ikhlas yang lebih tinggi adalah tidak memandang amal yang telah
dilakukan. Sehingga tidak lagi memikirkan apa manfaat dan bahaya amal yang ia
perbuat.
Derajat ke-ikhlas-an yang paling tinggi adalah
tidak mempedulikan pahala apa yang akan didapat dengan amalnya itu. Baik pahala
saat di dunia ataupun di akhirat. Ikhlas
memang sulit. Namun bila kita terus melatih diri kita, bukan tak mungkin
ke-ikhlas-an justru akan menjadi watak dan karakter diri.
0 komentar:
Posting Komentar