Tampilkan postingan dengan label Serba-serbi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Serba-serbi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Maret 2018

Interaksi dengan Orang Kafir

Interaksi dengan Non Muslim

Pada tahun kelima Hijriyah, terjadilah perang Ahzab atau lebih populer dengan sebutan perang Khandaq. Sedikitnya ada sepuluh ribu pasukan sekutu yang berasal dari orang-orang Quraisy dan beberapa kabilah Arab yang lain. Mereka hendak menyerang umat Islam di kota Madinah. Kabar penyerangan itu akhirnya sampai pula pada umat Islam. Syahdan Rasulullah saw meminta pendapat para Shahabat.

Ubadah bin as-Shamit yang tengah berada diantara para Shahabat itu mengajukan usul. “Ya Rasulullah, aku memiliki ikatan persaudaraan sedikitnya dengan lima ratus orang Yahudi. Bolehkah aku ajak mereka bergabung bersama pasukan Muslim?”

Rasulullah saw belum juga menanggapi usulan itu akhirnya turunlah ayat yang artinya:
“Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai wali loyalis), melainkan orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya tidak akan memperoleh apapun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu dari (siksa)-Nya dan hanya kepada Allah tempat kembali.” (QS .Ali Imran [3]: 28)

Seorang Mukmin tidak akan menjadikan orang kafir sebagai loyalisnya terkecuali dikarenakan imannya lemah. Boleh jadi ghirah atau sensifitasnya terhadap agama tidak begitu kuat. Sehingga lebih mengutamakan orang kafir --sekalipun dalam persoalan yang tidak menyangkut agama, daripada berusaha meningkatkan hubungannya dengan sesama Islam. Dalam kontek ke-Indonesia-an, umat Islam lebih dominan daripada orang kafir. Sehingga, persoalan-persoalan di bidang apapun lebih baik dibicarakan dengan sesama Islam ketimbang menyerahkannya kepada orang kafir.
Sebagaimana disebutkan di dalam al-Quran bahwa orang kafir itu, apapun agamanya, tak akan pernah ridha terhadap umat Islam. Dengan artian bahwa orang kafir tak akan tinggal diam membiarkan agama Islam menemukan momentumnya. Allah swt berfirman yang artinya:

“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka."(QS. al-Baqarah [2]: 120)

BACA JUGA: Syahid Memahami Ketentuan dan Pentingnya Jihad

Dalam sejarah pun dapat kita temukan beragam makar yang dilakukan orang kafir. Termasuk pengkhianatan-pengkhianatan mereka terhadap umat Islam generasi awal. Hal itu terbukti dari kisah hijrahnya Rasulullaah saw ke kota Madinah. Ketika itu, orang-orang kafir Madinah dan sekitarnya terpecah menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama bersikap lunak dan lebih memilih jalur aman. Mereka mengadakan perjanjian damai dengan umat Islam. Sedang kelompok kedua cenderung memilih sikap lebih keras daripada kelompok pertama. Mereka merasa tidak rela membiarkan umat Islam hidup dalam kedamaian. Dengan tegas, mereka siap menghadapi umat Islam. Sementara kelompok yang terakhir tidak memihak kepada orang kafir juga tidak berdamai dengan umat Islam. Kelompok ketiga ini menantikan situasi yang tepat dimana mereka akan berpihak pada kelompok yang lebih dominan antara orang kafir dan umat Islam.

Hingga pada akhirnya, Yahudi Bani Qainuqa’ mengawali penghianatan. Mereka mula-mula menampakkan kebencian dan permusuhan. Puncaknya, mereka mempermainkan kehormatan seorang perempuan yang kemudian mendorong para shahabat bersegera menghentikan ulah mereka.
Disusul kemudian penghianatan Bani Nadhir, enam bulan pasca peristiwa Bani Qainuqa’. Pergerakan mereka dengan segera dapat diatasi oleh para shahabat. Sekian kalinya Allah  tidak membiarkan orang kafir mengalahkan umat Islam.

Nah, dari pemaparan singkat diatas, dapat dipahami bahwa sekalipun berinteraksi dan bermuamalah dengan orang  kafir dalam persoalan duniawi tidak dilarang, namun umat Islam tetap harus menaruh sikap waspada. Sebab perbedaan agama cenderung memunculkan fanatisme. Oleh karenanya, orang kafir –apapun agamanya, akan memposisikan kepentingan agamanya diatas kepentingan agama Islam. Apalagi bila agama Islam dianggap sebagai penghalang atas keberlangsungan agamanya. Wallahu a’lam.

Khotibul Umam/Aktivis Kajian Hadis

Sabtu, 10 Maret 2018

Modus Aliran Kebatinan

Modus Aliran Kebatinan


Dalam kitab Risâlah Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah, KH. Hasyim Asyari menerangkan bahwa sekitar seratus abad lebih merebak segala aliran yang ada di Nusantara, termasuk di antaranya adalah aliran kebatinan. Aliran yang mempunyai konsep dasar orang yang telah mencapai maqam (tingkatan) mahabbah (cinta kepada Allah Swt) dan mendapat kesucian hati, tidak perlu mengamalkan syariat, tetapi cukup dengan hakikat.

Ketika seseorang telah sampai ke tingkatan ini, ia tidak wajib melakukan ibadah-ibadah dzahir, tetapi cukup merenung (tafakkur) dan memperbaiki akhlaq hati. Kaum kebatinan biasanya menyebarkan aliran ini dengan beberapa modus yang sering mereka lontarkan di antaranya penyebaran isu bahwa dirinya seorang wali Allah Swt yang telah mencapai makrifat, memiliki karamah seperti halnya para waliyullah, menampakkan bahwa dirinya mengetahui perkara gaib, dan meremehkan para ulama yang konsisten dengan ajaran syari’at.

Maka, jangan pernah percaya terhadap orang yang mengaku bahwa dirinya sudah makrifat namun menyalahi syariat, sebab dalam agama Islam yang menjadi ukuran seseorang adalah ajaran syariat (melaksanakan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya) bukan ia bisa terbang di udara atau berjalan di atas air namun ia menyalahi ajaran syariat dengan melakukan larangan dan meninggalkan kewajiban tanpa ada uzur, maka ulama mengatakan dia sebenarnya adalah setan yang diciptakan oleh Allah Swt sebagai fitnah bagi orang-orang awam.

Diceritakan ada Seseorang laki-laki berkata kepada al-Junaid al-Baghdadi, “Orang yang makrifat kepada Allah akan mencapai maqam tidak bergerak (tidak melaksanakan kewajiban) untuk mendekatkan diri kepada Allah.” Al-Junaid menjawab: “Mencuri dan berzina masih lebih baik dari pada berkata seperti ini. Imam al-Zabidi dalam Syarhu Ihya’ mengatakan kebatinan itu adalah kekufuran, kezindiqan dan kesesatan.”

Selain itu, kita jangan terlalu percaya terhadap pengakuan kewalian seseorang. Sebab mencapai maqam Auliya Illah (wali-wali Allah) adalah bukan hal yang sembarangan. Derajat wali diberikan pada hamba-hamba pilihan Allah Swt. Al-Imam al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashfihani berkata dalam Hilyah al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’, “Sesungguhnya para wali Allah itu memiliki sifat-sifat yang jelas dan tanda-tanda yang terang.

Walhasil, aliran kebatinan merupakan aliran yang sama sekali tidak berdasar dari agama Islam. KH. Ahmad Idris Marzuqi berkata, “Dalam Islam, syariat mesti didahulukan dan diutamakan. Sedangkan aliran kebatinan sama sekali tidak mengindahkan syariat, sehingga aliran ini jelas batil.
Fajar Shodiq/Tauiyah

Selasa, 13 Februari 2018

VALENTINE DAY’S PEMICU TURUNNYA ADZAB ALLAH SWT


 
VALENTINE DAY’S PEMICU TURUNNYA ADZAB ALLAH SWT

Valentine Day’s tidak pernah ada dalam kalender Islam, karena memang tidak pernah ada dan bukan bagian dari tradisi dalam Islam. Oleh karena itu, perayaan Valentine sama halnya dengan perayaan Natal. Sudah terlalu banyak yang penjelasan mengenahi hukum tersebut.
Namun, ada sisi lain yang perlu diketahui bagi orang Islam terkait perayaan Valentine. Valentine merupakan hari di mana para remaja mengungkapkan rasa kasih terhadap paasangan terlarangnya. Kebanyakan dari mereka mengungkapkannya dengan memberikan sebatang cokelat beserta sepucuk bunga. Bahkan, tidak jarang dari mereka menyelipkan sehelai kondom di dalamnya. Merupakan sesuatu yang pasti, sebuah kondom digunakan para remaja pada hari tersebut untuk melakukan perbuatan zina. Perbuatan yang keharamannya sudah menjadi kesepakatan para ulama dan orang yang tidak mengetahuinya tidak ditoleransi karena merupakan perkara yang ma’lûm min ad-Dîn bidh Dharûrah.

Di samping perbuatan zina menjadi petaka bagi pelakunya, perbuatan tersebut juga berdampak pada orang sekitar dan tempat di mana zina itu dilakukan. Rasulullah saw bersabda:

 إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

Apabila zina dan riba telah nampak di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah bagi diri-diri mereka.” (HR. Al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas)
Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa ketika zina sudah merajalela di suatu daerah maka penduduk daerah tersebut telah mempersilahkan datangnya azab Allah swt kepada meraka.
Mengapa demikian, padahal tidak semua penduduk di daerah tersebut melakukannya? Allah swt telah menjawab petanyaan ini dalam firmannya:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖوَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal ayat 25)
Ibnu Katsir dalam Tafsîr-nya menukil dari hadits Syuraih bin Haiwah, menyebutkan bahwa Allah swt memberikan peringatan kepada hamba-hambanya yang beriman tentang suatu malapetaka yang tidak hanya diturunkan kepada pelaku maksiat, melainkan menimpa kepada setiap orang yang berada di sekitarnya. Hal itu terjadi jika orang sekitarnya membiarkan kemungkaran tersebut terjadi.

Nash al-Qur’an dan Hadits di atas memberikan kesimpulan bahwa kemungkaran yang merajalela tanpa ada yang mencegahnya akan memicu datangnya azab dari Allah swt yang akan menimpa suatu daerah di mana kemungkaran itu dilakukan. Oleh karena itu, merupakan keharusan setiap Mukmin agar menjaga remaja kita agar tidak terjerumus pada kemungkaran khususnya pada tanggal 14 Februari yang bertepatan dengan perayaan Valentine Day’s. 

Ma’sum Ahmadi/Tauiyah

Senin, 01 Januari 2018

Syahid Memahami Ketentuan dan Pentingnya Jihad

 https://sunnahsantri.blogspot.com/2018/01/syahid-memahami-ketentuan-dan-pentingya-jihad.html

Para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i berpendapat bahwa hukum jihad adalah fardhu kifâyah. Seperti yang telah disampaikan oleh Syekh al-Malibari di dalam kitab Fathul Mu’în:
هُوَ فَرْضُ كِفَايَةٍ كُلَّ عَامٍ وَلَوْ مَرَّةً
“Jihad itu hukumnya fardhu kifâyah di setiap tahun walaupun hanya sekali.”

Maksud dari fardhu kifâyah adalah ketika tak seorang pun dari orang-orang Islam ada yang berjihad maka semua akan berdosa. Tapi, ketika ada yang berjihad walaupun hanya satu orang maka gugurlah kewajiban tersebut. Yang patut kita ketahui bahwa hakikat dari hukum fardhu yang ada dalam jihad adalah ijma’ para ulama. Jadi, dari setiap orang yang beragama Islam mempunyai tanggungan akan wajibnya berjihad. Hanya saja, kewajiban tersebut akan gugur ketika telah dilakukan oleh sebagian orang. Hukum fardhu kifâyah ini akan terus berlanjut saat orang kafir berada di negara mereka. Dan akan berubah menjadi hukum fardhu ain jika orang kafir berada di negara Islam. Dalam hal ini Syekh al-Malibari berkata:
وَإِنْ دَخَلُوْا اَيْ الكُفَّارُ  بَلْدَةً لَنَا تَعَيَّنَ الجِهَادُ عَلَى اَهْلِهَا
“Ketika orang-orang kafir masuk di daerah atau negara Islam, maka wajib (fardhu ‘ain) bagi orang Islam untuk berjihad.”

Adapun ketentuan orang yang bisa berjihad adalah, pertama, beragama Islam. Kedua, mukallaf (baligh dan berakal). Ketiga, laki-laki. Keempat, merdeka (bukan budak). Kelima, mempunyai senjata untuk berjihad dan mampu menggunakannya tatkala musuh menyerang.

Jihad adalah sesuatu yang sangat penting di dalam agama Islam dan harus kita tanamkan di dalam diri kita. Lebih-lebih di zaman sekarang, ketika orang kafir sudah ada di mana-mana dan banyak orang Islam yang didzalimi. Ketika keadaan orang Islam minoritas di suatu daerah, maka pasti mereka tertindas dan didzalimi. Namun, ketika orang Islam adalah mayoritas di suatu daerah, maka pasti orang kafir menyeru tentang toleransi beragama. Inilah yang terjadi di tengah-tengah kehidupan kita di zaman ini. Oleh karena itu Rasulullah r menempatkan pahala jihad di tempat paling utamanya suatu amal. Memandang akan pentingnya jihad dan menunjukkan bahwa orang Islam bukanlah orang yang lemah. Seperti yang telah dijelaskan dalam hadis beliau r dari jalur Abu Hurairah t:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيْ الْأَعْمَالُ أَفْضَلُ؟ قَالَ إِيْمَانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ قِيْلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ الجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ قِيْلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ حَجٌّ مَبْرُوْرٌ.  متفق عليه
Dari Abu Hurairah t , ia berkata, “Rasulullah e pernah ditanya tentang amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ditanyakan, “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.” Ditanyakan lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab: “Haji mabrur.” (HR. Bukhari Muslim).

M. Fuad Abdul W/Annajah Center Sidogiri

Minggu, 31 Desember 2017

Haram Kemungkaran-kemungkaran Saat Tahun Baru Masehi

                                     
 kemungkaran tahun baru masehi

            
Sejarah Tahun Baru  pertama kali ditetapkan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Pada saat Julius Caesar diangkat sebagai Kaisar Roma, ia mempunyai inisiatif untuk mengganti kalender yang biasa dipakai oleh Romawi sejak abad ketujuh SM dengan menggunakan kalender revolusi matahari, sebagaimana yang digunakan orang-orang Mesir.

                Kita bisa melihat bahwa permulaan Tahun Baru Masehi ditetapkan oleh orang-orang non-muslim yang mengikuti tahun Gregorian yang sejak dulu dirayakan oleh orang Kafir.

                Pada masa kita saat ini, perayaan Tahun Baru Masehi dirayakan dengan penuh kemungkaran, baik oleh orang Kafir atau orang muslim yang membebek pada pekerjaan orang kafir. Di bawah ini diantara kemungkaran, kemaksiatan, kerusakan yang terjadi pada malam pergantian Tahun Baru Masehi.

Mengganggu Ketenangan Masyarakat

Tidak bisa dipungkiri pada saat malam pergantian Tahun Baru Masehi, suara keras yang terdengar dari ribuan terompet, teriakan, canda tawa, kenalpot kendaraan pendatang dari berbagai daerah, dan kembang api serta mercon yang dihidupkan di tengah-tengah malam akan mengganggu masyarakat sekitar. Padahal ada ancaman langsung dari Rasulullah r dalam sabdanya:
لا يدخل الجنة من لا يأمن جاره بوائقه
Tidak akan masuk surga seseorang yang tetangganya tidak merasa tenang sebab gangguannya(HR. Muslim)

Melakukan Pemborosan Harta

                Pada saat malam Tahun Baru Masehi, banyak keborosan dalam menggunakan harta, seperti pembelian terompet, minuman-minuman keras, penghiasan sepeda motor dengan menggunakan kenalpot nyaring yang harganya mahal , pesta besar-besaran hingga kembang api yang harganya milyaran. Padahal allah I berfirman dalam al-Quran:
Dan berikanlah hak-hak keluarga terdekat, orang miskin, orang yang sedang dalam perjalanan. Dan janganlah kamu menghambur-haburkan (harta) secara boros, sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah teman-temnnya Syaitan, dan Syaitan telah berbuat durhaka kepada tuhannya. (QS. al-Isra`: 26-27)
Syaikh Wahbah Zuhaili menafsiri ayat di atas dengan larangan melakukan keborosan, dan membelanjakan harta yang berlebihan pada selain tempatnya yang tidak mencocoki  Syara’ dan Hikmah (Tafsir al-Munir vol.15 hal.50). dan seandainya uang yang berjumlah milyaran tersebut diberikan kepada faqir miskin tentu lebih baik.

Mengonsumsi Makanan & Minuman Terlarang
Rasa bosan yang dirasakan berbagai orang pada saat menanti detik-detik bergantinya Tahun Baru Masehi akan menyebabkan banyak hal yang akan dilakukan walaupun berupa larangan untuk menghilangkan rasa bosan, seperti mengkomsumsi ganja, dan meminum minuman keras . Padahal didalam al-Quran jelas larangannya, Allah I berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, judi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah.adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan Syaitan. Maka jahuilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. (al-Maidah 90)
Khotibul Umam / Tauiyah


Minggu, 24 Desember 2017

Nabi Islam Isa as tidak Terlahir Kedinginan

 https://sunnahsantri.blogspot.com/2017/12/isa-as-tidak-terlahir-kedingina-n25-Desember.html


25 Desember merupakan hari di mana pada hari itu banyak kita temukan pohon cemara berhiasan lampu terpajang di mal-mal, toko-toko swalayan pun tak ketinggalan melakukan hal yang sama. Di tanggal yang sama pula banyak kasir-kasir, petugas-petugas yang mengenakan topi berwarna merah dan tak jarang banyak badut-badut yang memakai topi yang sama dibalut dengan mantel khas musim salju. Terminal bus pun tak ketinggalan, posko kemanan dengan berhiaskan lampu-lampu. Semua itu hanya bisa disaksikan pada tanggal 25 Desember.

Mereka melakukannya bukan tanpa alasan, semua itu mereka lakukan untuk merayakan kelahiran Nabi Isa u (Yesus menurut mereka) yang konon katanya lahir bertepatan dengan tanggal dan bulan tersebut. Namun, apakah keyakinan mereka itu dibenarkan oleh sejarah baik sejarah Islam ataupun Kristen sendiri. Apakah memang benar bahwa Nabi Isa u dilahirkan pada musim salju?
Dalam al-Qur’an tepatnya pada surah Maryam ayat 25, disebutkan bahwa ketika Maryam melahirkan Nabi Isa u, beliau diperintahkan oleh malaikat jibril untuk menggoyang pohon kurma agar pohon kurma tersebut menjatuhkan buahnya yang sudah masak. Menurut petani kurma, pohon kurma yang ketika digoyangkan akan menjatuhkan buahnya itu hanya terjadi ketika suhu di daerah itu sangatlah panas dengan suhu 35-45 derajat celcius. Dari fakta sejarah ini, dapat dipastikan bahwa Nabi Isa as dilahirkan pada musim panas.

Dalam Injil Lukas 2:1-8 disebutkan bahwa, ketika Maryam melahirkan Isa as (Yesus), di daerah itu terdapat gembala-gembala yang tinggal di padang panjang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Kejadian ini hanya terjadi ketika musim panas datang, karena waktu malam merupakan waktu yang tepat bagi para gembala untuk mengembalakan ternaknya, mengingat tingginya suhu pada siang hari.

Menurut Matius 2:1, 10, 11, Nabi Isa u lahir dalam masa pemerintahan raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM- 4 M (749 Romawi), ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur. Kitab ini juga mengindikasikan kelahiran Nabi Isa u tidak mungkin bertepatan dengan musim dingin, mengingat Gemerlapan bintang hampir tidak ditemukan ketika musim dingin.

Kedua Injil tersebut menggambarkan kelahiran Nabi Isa u ditandai gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang terlepas bebas di padang rumput beratapkan langit dengan bintang-bintangnya yang gemerlapan, menunjukkan kondisi musim panas sehingga gembala berdiam di padang rumput dengan domba-domba mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan matahari.
Sementara itu Uskup Barns dalam Rise of Christianity  seperti juga dikutip oleh Soleh A. Nahdi berpendapat sebagai berikut:
”Kepercayaan, bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti tidak ada buktinya. Kalau kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu dimana gembala-gembala waktu malam menjaga di padang di dekat Betlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak di musim dingin di saat suhu di negeri pegunungan Yudea amat rendah sekali sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil. Setelah terjadi banyak perbantahan tampaknya hari lahir tersebut diterima penetapannya kira-kira tahun 300 Masehi”

Lantas, untuk siapa perayaan natal pada 25 Desember?  

Sabtu, 16 Desember 2017

Malu Aku dipanggil Wahabi

 Malu Aku dipanggil Wahabi

(Fenomena Apelativa Wahabi)
            Sebuah kitab cetakan Universitas Islam Ibnu Saud yang berada di bawah naungan resmi kerajaan Arab Saudi berjudul, Muhammad Ibnu Abdi al-Wahab; Ameliorater yang terzalimi dan dianggap jahat ditulis oleh seorang Wahabi bernama Mas’ud an-Nadawi. Kitab yang telah ditashih oleh dua orang doktor bernama Abdu al-Alim dan Taqiyu ad-Din ini menjelaskan buah manis hasil dari dakwah (Syekh) Ibnu Abdil Wahab dan beberapa kebohongan-kebohongan yang dialamatkan ke padanya.

Fenomena yang ‘menarik’, kitab ini menyebutkan bahwa salah satu dari kebohongan itu adalah penyematan nama ‘Wahabi’ pada gerakan dakwah Ibnu Abdil Wahab sebagai nama konseptornya (baca: apelativa). Dalam skala yang lebih kecil, hal ini serupa dengan kasus ada orang bernama ‘Ahmad’ dan ia sudah terkenal dengan nama itu, namun tidak mau mengakuinya.

            Nadawi beranggapan jika memang ada penisbahan pada dakwah Ibnu Abdil Wahab harusnya diberi nama ‘Muhammadi’. Alasannya, karena ‘Wahab’ adalah nama orang tua Ibnu Abdil Wahab. Orang pertama yang dituduh telah menyebarkan nisbah ini ketika Ibnu Abdil Wahab masih hidup adalah Sulaiman bin Muhammad (w. 1181).

            Mas’ud Nadawi sebenarnya tidak sendirian, Hamid al-Qafi dan Fauzan (dua-duanya Wahabi) bahkan mengusulkan agar penisbahan diganti saja menjadi ‘Muhammadiyah’. Ada apa dengan nama Wahabi? Mengapa orang Wahabi sendiri enggan dipangil Wahabi?

            Syekh Dr. Said Ramadhan al-Buthi dalam kitabnya berjudul Salafiya Marhalah Zamaniyah Mubarakah La Madzhab Islami mengurai alasan mengapa mereka merasa ‘jijik’ dengan panggilan Wahabi. Ketika disebutkan kata Wahabi maka yang akan tergambar dalam otak adalah kekerasan dan hal-hal lain yang mengandung muatan destruktif. Siapapun yang mengetahui sejarah Arab Saudi pasti tahu bahwa dalam penyebarannya, Wahabi tidak pernah lepas dari tumpah darah kaum Muslim Najd.

            Begitu kuatnya image jelek yang melekat pada nama Wahabi, Hasan bin farhan dalam mukadimah kitabnya sebelum masuk ke pembahasan, mengingatkan bahwa pemakaian kata ‘Wahabi’ di tengah pembahasan bukanlah ‘Wahabi’ yang dikenal banyak orang.
Para ustad Wahabi Indonesia berusaha memberi ‘jajanan’ motivasi kepada jemaatnya dengan mengatakan bahwa ajaran Wahabi sesuai dengan ajaran Nabi. Hal ini, karena banyaknya yang malu ketika ditanya, apakah anda Wahabi?


            Sekalipun tidak mau pada nama ‘Wahabi’, kitab ulama mereka dan sejarah telah menjadi saksi bisu kebanggaan golongan tersebut pada nama ini. Syekh panutan Wahabi, Bin Baz menyebutkan dalam kitabnya, Fatawa Nur Alad Darbi bahwa nama Wahabi adalah julukan yang mulia, dan menunjukan bahwa pemiliknya adalah ahli tauhid. Adapun pernyataan an-Nadawi yang mengatakan nisbah yang tepat adalah ‘Muhamadiyah’ telah ditolak oleh orang Wahabi sendiri dalam buku berjudul Daiyah wa Laisa Nabiyan. 

Tamam/Madinah

Rabu, 01 November 2017

Dalil Disyariatkannya Wudhu

Dalil Disyari'atkannya Wudhu'

DEFINISI WUDHU
Berwudhu adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan untuk mencuci atau mengusap anggota badan wudhu yang khusus yang telah dijelaskan dan disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

DALIL DISYARIATKANNYA WUDHU DARI Al-QUR’AN
Wudhu adalah perkara yang disyariatkan dalam Islam. Seseorang yang hendak shalat hendaklah ia berwudhu terlebih dahulu, karena shalatnya tidak akan Allah Swt terima, kecuali setelah ia berwudhu. Tentang disyari’atkan dan diwajibkannnya ibadah wudhu ini, Allah Swt berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka cucilah muka-muka kalian dan tangan-tangan kalian sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki” [QS. Al Maidah: 6]
Syeikh Shalih Fauzan  berkata: “Ayat yang mulia ini mewajibkan wudhu ketika hendak shalat. Juga menjelaskan tentang anggota badan yang wajib dicuci atau diusap ketika berwudhu. Namun Ayat ini membicarakan tentang anggota badan wudhu dengan sangat terbatas. Kemudian Nabi lah yang menjelaskan dengan sangat gamlang tata cara wudhu dengan ucapan ddan perbuatan beliau” [Al Mulakhash Al-Fiqhiy: 1/40]

DALIL DISYARI’ATKAN WUDHU DARI HADITS

Pertama
Hadits dari Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,
لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأ

Tidak akan diterima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadats hingga dia berwudhu” [Muttafaqun alaihi, Bukhari (135), Muslim (225)]
Jadi ketika seseorang berhadats, kemudian hendak melaksanakan sholat, maka shalatnya tidak akan diterima sampai dia melakukan wudhu.

Kedua
Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda,
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci dan shadaqah yang didapatkan dari kecurangan” [HR. Muslim (224)]
Hadis ini mirip dengan hadis yang kita sebutkan di atas, yaitu bagi orang yang hendak shalat, maka disyaratkan baginya untuk bersuci. Dan bersuci yang dimaksudkan di sini adalah berwudhu atau mandi bagi yang berhadas besar

Ketiga
Hadis dari Abdullah Ibnu Abbas r.a dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,
إِنَّمَا أُمِرْتُ بِالْوُضُوءِ إِذَا قُمْتُ إِلَى الصَّلَاة

Hanyasanya aku diperintah untuk berwudhu apabila hendak melakukan shalat.” [HR. Abu Dawud (3760), Tirmidzi (1848)]
Ini juga hadis yang menunjukkan bahwa bersuci adalah syarat diterimanya shalat. Sehingga Nabi Saw diperintahkan untuk berwudhu ketika hendak melaksanakan sholat. Karena shalat tanpa berwudhu, maka akan sia-sia dan tidak diterima

Keempat
Dari Abu Sa’id r.a Dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيم
Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, penutupnya adalah salam” [HR. Abu Dawud (60), Tirmidzi (3), Ibnu Majah (275), dan yang lainnya. Syeikh Albani menshahihkan hadits ini dalam Shahihul Jami’ (5761)]
Demikianlah empat dalil dari Hadis atau sunnah Rasulullah Saw berkenaan dengan wajibnya berwudhu bagi orang yang hendak melaksanakan shalat.


Sabtu, 21 Oktober 2017

Astronomi, Sejarah dan Perkembangannya

 Astronomi-Sejarah-dan-Perkembangannya-ilmuhaiah-atau-yang-dikenal-dengan-ilmu.html

Ilmu Hai’ah atau yang dikenal dengan Ilmu Astronomi dalam bahasa Yunani, adalah ilmu yang membahas benda-benda langit(seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi), serta fenomena-fenomena yang terjadi di luar bumi dan peredarannya sesuai orbit masing-masing. Dalam ilmu ini juga dibahas mengenai ukuran, jarak, serta akibat yang ditimbulkan oleh peredaran semua benda tersebut. Misalnya, perubahan siang-malam, pergantian bulan, gerhana, serta pembentukan kalender. Di samping itu, gerhana matahari dan bulan juga bisa diketahui kapan terjadinya melalui ilmu ini.

Ilmu ini merupakan salah satu ilmu tertua yang telah digeluti oleh bangsa-bangsa prasejarah seperti Asyur,  Kaldan, Fenisia,  Mesir, India, Cina, Arab baik pada masa jahiliyah atau setelah datangnya Islam, dan beberapa bangsa-bangsa kuno yang lain.
Pythagoras(507-495 SM) adalah seorang filsuf yunani yang merupakan merupakan salah satu ilmuan tertua yang menekuni ilmu matematika dan metafisika. Dia juga menjadi pengajar di sebuah sekolah yang bertempat di kota Crotone Italia sekitar lima ratus tahun sebelum lahirnya Nabi Isa AS. Di antara pemikirannya yang terkenal adalah mengenahi peredaran bumi. Menurut dia, bumi berputar pada porosnya. Sedangkan perputaran matahari dan bulan dari timur(tempat terbit) ke barat(tempat terbenam), adalah disebabkan karena perputaran bumi tersebut(pada porosnya), bukan karena perputaran cakrawala. Ini merupakan pemikiran yang diikuti mayoritas orang setelahnya.
Kemudian berdirilah sebuah sekolah yang dibangun oleh kekaisaran Ptolemaeus di Iskandaria. Sekolah inilah yang pertama kali membuat alat pengukur sudut(Busur), sekaligus yang pertama membuatnya. Di antara guru besarnya antara lain; Hipparkhos(150 SM),  Ptolemaeus(140 SM) dll. Ptolemaeus menulis buku yang berjudul al-Kitab al-Mijisti(Almagest: Inggris) yang di dalamnya terdapat pernyataannya mengenahi peredaran bumi. Menurut dia bumi tidak berputar pada porosnya, dia juga menyatakan bahwa perubahan dari siang ke malam adalah disebabkan oleh berputarnya matahari mengitari bumi. Pendapat ini dikenal dengan Teori Geosentris dan dipelajari serta meyebar keberbagai penjuru dengan pesat, karena didukung oleh kekaisaran Romawi yang berkuasa saat itu.

Pendapat yang diungkapkan oleh Ptolemaeus ini diadopsi oleh al-Farabi ahli filsafat islam abad keempat hijriyah yang kemudian diikuti Ibnu Sina dan para filsuf Islam setelah beliau. Pendapat ini yang kemudian masyhur di kalangan intelektual muslim saat itu, mereka berpegangan pada pendapat ini dan banyak di jadikan pijakan diberbagai pembahasan dan kerangannya.  Sebagian dari mereka menerima dan mengujinya secara ilmiah, mengambil intinya serta membuang pendapat yang dianggap kurang benar. Bahkan beberapa ahli tafsir mengarahkan beberapa ayat al-Qur’an pada pembahasan ini.
Akan tetapi, pada abad ke-16 M lahirlah seorang ilmuan yang bernama Nicolaus Copernicus di kota Borussia Jerman. Dia adalah orang yang ahli dalam ilmu Matematika, di samping itu dia juga mendalami ilmu Astronomi. Nicolaus mengikuti pendapat Pythagoras mengenahi perputaran bumi dan menetapakan bahwa “Bumi berputar pada porosnya dan matahari sebagai pusat tata surya di mana bumi dan planet yang lain mengitarinya”, teori ini dikenal dengan Teori Heliosentrisme. Selain Nicolaus, mayoritas ilmuan saat itu dan setelahnya mengikuti apa yang dicetuskan oleh Pythagoras. Di antaranya; Tycho Brahe(Denmark, 1582 M), Johannen Kepler(Jerman, 1654 M) dan Galilio Galilei(Itali, 1649 M) yang semuanya sepakat bahwa bumi dan planet-planet yang lain berputar mengelilingi matahari.
 Astronomi-Sejarah-dan-Perkembangannya-ilmuhaiah-atau-yang-dikenal-dengan-ilmu.html

Planet pertama dan merupakan yang terdekat dengan matahari adalah Mercurius diikuti oleh Venus/Vesper, Bumi(bulan berputar mengelilinginya), Mars, Jupiter, Saturnus dan yang terakhir Pluto.
Para ilmuan menguatkan pendapat ini dengan mepraktekkan pada ilmu pasti (mathematics), dan membantah teori geosentris yang di ungkapkan oleh Ptolemaeus dan orang setelahnya. Nicolas termasuk orang yang paling terkenal di antara orang yang menganut teori heliosentrisme, dia menulis buku tentang perputaran benda-benda langit yang berjudul Harakat al-Ajram as-Samawiyah (On the Revolutions of the Heavenly Spheres), yang diterbitkan pada tahun 1543. Dalam buku tersebut, Nicolaus mencantumkan kata-kata berikut:
“Ada beberapa 'pembual' yang berupaya mengkritik karya saya, padahal mereka sama sekali tidak tahu matematika, dan dengan tanpa malu menyimpangkan makna beberapa ayat dari Tulisan-Tulisan Kudus agar cocok dengan tujuan mereka, mereka berani mengecam dan menyerang karya saya; saya tidak khawatir sedikit pun terhadap mereka, bahkan saya akan mencemooh kecaman mereka sebagai tindakan yang gegabah”.

Dia mengungkapkan kata-kata tersebut karena begitu santernya orang-orang yang mengkritik pendapatnya seperti Christoph Clavius, seorang imam Yesuit pada abad ke-16, mengatakan, "Teori Kopernikus memuat banyak pernyataan yang tidak masuk akal atau salah". Teolog Jerman, Martin Luther, menyayangkan, "Si dungu itu akan mengacaukan seluruh ilmu astronomi”. Yang pada akhirnya pihak gereja menghukum Nicolaus karena teorinya bertentangan dengan kitab suci mereka. Pihak gereja melarang untuk mempublikasikan dan membaca buku Nicolaus. Akan tetapi, buku dan pemikiran Nicolaus tetap tersebar luas sehinggga dikenal dengan Teori Copernicus.
Sedangkan Galilio Galilei(1564-1642 M), di samping merupakan pendukung teori copernicus, dia juga merupakan orang yang pertama kali menyempurnakan alat pembesar(teleskop) dalam Ilmu Astronomi. Dengan alat ini, semua yang belum diketahui sebelumnya bisa terungkap.

Kemudian pada awal abad ke-18, Isaac Newton(1643-1727 M) menemukan teori Gravitasi yang menundukkan/mengatur  semua benda langit. Teori ini diperjelas dan ditetapkan oleh Pierre-Simon de Laplace. Newton berhasil menunjukkan bahwa bumi dan benda-benda luar angkasa diatur oleh hukum yang sama. Ia membuktikannya dengan menunjukkan konsistensi antara hukum gerak planet Kepler dengan teori gravitasinya. Teori ini akhirnya menyirnakan keraguan para ilmuwan akan Heliosentrisme dan memajukan revolusi ilmiah.
Setelah itu, muncullah ilmuan-ilmuan di dataran eropa yang mengikuti Heliosentrisme(matahari sebagai pusat tata surya) sehinnga teori ini dikenal diseluruh penjuru benua tersebut. Sehinnga mereka menganggap ini adalah tori baru yang tidak sama dengan tori gereja yang menganut paham Geosentris, padahal teori ini sebenarnya adalah teori lama yang dicetuskan oleh Pythagoras berabad-abad yang lalu.


Karena itulah, kedua teori di atas(heliosentris dan geosentris) banyak disebutkan oleh ilmuan-ilmuan muslim dalam beberapa kitabnya sebelum Nicolaus Copernicus dan setelahnya. Seperti Syekh al-‘Allamah ‘Adudhud-Din bin Abdurrahman bin Ahmad(756 H) dalam kitab monumentalnya yang berjudul Al-Mawaqif. Beliau menyebutkan dua teori gerak berputarya bumi dengan gamblang sebelum akhirnya menanggapi teori tersebut. 

Minggu, 16 April 2017

Satu Mimpi Satu Barisan

Satu Mimpi Satu Barisan

Satu Mimpi Satu Barisan
Islam merupakan ajaran fendomental yang tidak pernah lekang oleh masa dan waktu. Ajaran didalamnya langsung warid dari Rasulullah SAW. Walau demikian, masih banyak kelompok-kelompok yang enggan akan keberadaan Islam bahkan benci akan Islam. Akhir-akhir ini banyak kejadian yang memojokkan Islam yang mengundang emosi umat Islam. Berbagai cara dilakukan hingga kemudian terjadilah aksi bela Islam. Habib Rizieq Sihhab sebagai panutan sekaligus pemimpin umat Islam selalu berjuang dalam garis satu mimpi satu barisan. Semua tiada lain kecuali menjunjung tinggi nama Islam dan membela tanah air. Kelompok umat Islam yang berada dibawah naungan beliau selalu mensupport dan mendukung perjuangan beliau.
Asal muasal kekacauan umat Islam berawal dari seorang non muslim {AHOK} yang menghina kesucian ayat-ayat al-Qur’an dipulau seribu mengenai larangan memilih non muslim sebagai pemimpin. Hingga banyak dari para ulama’ yang menyerukan untuk tetap dalam satu barisan menggapai mimpi dan tujuan menjunjung tinggi nama Islam dan membela tanah air.
Hampir semua literatur fikih menerangkan mengenai kewajiban membela tanah air dari ancaman musuh bisa dikatakan mencapai level ijmak. Dalam jenjang dasar-dasar bangunan hukum Islam ijmak menempati posisi setelah al-Qur’an dan sunnah. Tidak terdapat perselisihan antara ulama mengenai kewajiban berjihad melawan ancaman musuh. Dalam kitab Nihayatul-Muhtaj,  Ar-Ramli menyatakan bahwa jika orang kafir memasuki negeri Islam pada sebuah jarak yang tidak diperbolehkan mengqashar sholat, penduduk negeri tersebut wajib berjihad membela wilayah mereka dari serangan musuh. Kewajiban ini juga berlaku bagi mereka yang asalnya tidak wajib perang. Seperti orang fakir, anak-anak, hamba sahaya, orang yang terlibat hutang, dan wanita.
Satu Mimpi Satu Barisan

Dalam surat An-Nisa’ Ayat 66 dijelaskan “Dan sesungguhnya kalau kami perintahkan kepada mereka “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu” niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka” . Ayat ini dengan tegas menunjukkan kesetaraan antara pembunuhan dan pengusiran dari tanah air . Hal ini menunujukkan bahwa kecintaan terhadap tanah air memang merupakan sesuatu yang secara alamiah tertanam dalam jiwa setiap orang. Sehingga takutnya seseorng untuk meninggalkan tanah airnya setara dengan ketakutannya terhadap kematian. Itulah sebabnya, ketika membahas ayat ini, al-Imam ar-Razi dalm Tafsir al-Kabir[15/165] menyatakan bahwa, dengan demikian, Allah menyetarakan antara kematian dan berpisah dengan tanah air. Jadi, dengan demikian bagi siapapun tanah air adalah suatu yang penting bagi jiwa, amat bermakna, dan karena itu kecintaaan terhadap tanah air bukanlah hal yang mengada-ngada atau sia-sia.

Konklusi
Satu Mimpi Satu Barisan, adalah slogan umat islam untuk tetap dalam satu bingkai menjunjung tinggi nama Islam dan membela tanah air. Pendeknya, apa-apa yang dijelaskan diatas adalah sebagian kecil dari kejadian-kejadian yang terjadi pada umat Islam. Dengan demikian, setiap suatu yang dilakukan umat Islam terkait dengan Islam merupakan sebuah perjuangan demi membela islam dan tanah air. Semoga bermanfaat.


Selasa, 28 Maret 2017

KEUTAMAAN MENGUCAPKAN SALAM

KEUTAMAAN MENGUCAPKAN SALAM
KEUTAMAAN MENGUCAPKAN SALAM

Mungkin tidaklah asing bagi kita ketika bertemu sesama muslim untuk mengucapkan salam. bahkan hal itu menjadi sebuah tradisi yang sering kita lakukan sehari-hari. Jika dipandang dari segi etimologinya, salam berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah ucapan untuk saling sapa menyapa pada seseorang yang kita kenali, dengan ragam bahasa menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Emha Ainun Najib yang biasa dikenal dengan Cak Nun , salam merupakan sebuah utopia yang dapat diaplikasikan oleh setiap perorangan maupu ormas-ormas tertentu, baik melalui dunia maya atau dunia nyata. hal ini pula dapat kita lakukan dimana saja dan kapan saja.
Jika dipandang melalui kaca mata fikih, hukum manjawab salam adalah wajib sedangkan hukum mengucapkan salam adalah sunnah, lebih-lebih mengucapkan salam kepada para alim ulama’. Rasulullah pernah bersabda mengenai mengucapkan salam kepada orang-orang shaleh yang berbunyi:
وَسَلاَمُكَ عَلَى العَالِمِ خَيُرٌ لَكَ مِنْ أَلْفِ عِبَادَة أَلْفِ سَنَةٍ (الحديث)
"ucapan salammu kepada orang alim itu lebih aik dari pada beribadah seribu tahun dalam jangka waktu seribu tahun"
Dari hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya bandingan mengucapkan salam kepada orang-orang alim adalah ibadah seribu tahun bahkan lebih baik dari itu. Ada sebuah cerita yang menggambarkan tentang keutamaan salam yaitu terdapat seorang lelaki dari negeri bashrah selalu istikomah dalam mengucapkan salam, seperti ketika ia bertemu dengan saudara, teman atau kerabat-kerabatnya. Suatu hari ia bermimpi bertemu Rasulullah sampai dua kali, didalam mimpinya itu Rasulullah sembari mengucapkan salam kepada lelaki itu, kemudian ia menjawabnya dengan berlagak sungkan. ia pun terbangun dari tidurnya seketika itu juga. 
KEUTAMAAN MENGUCAPKAN SALAM


Di era moderenisasi ini mungkin salam bukanlah kata-kata yang sagat senak didengar. Hampir di semua kalangan mulai terpengaruh oleh budaya eropa yang semakin semarak dan membabi buta. Sehingga sangat gengsi bagi mereka untuk mengucapkannya.  Menurut fakta yang ada salam tidaklah harus diucapkan melalui kata-kata, melainkan cukup dengan gerakan alis, anggukan kepala, lambaian tangan dan lain sebagainya. Namun tidaklah sopan bila hal itu kita lakukan kepada orang yang lebih tua dan orang yang yang kita patut hormati, namun sebaiknya model salam seperti diatas bisa kita lakkan kepada orang yang sebaya dengan kita. Semoga tulisan ini  dapat bermanfaat serta dapat membawa hikmah bagi kita semua amin.