TRAGEDI KARBALA
Pada
tahun enam puluh Hijriyah Kholifah Muawiyah meninggal dunia di Syam. Kemudian
sesuai dengan wasiatnya maka yang menggantikannya adalah putranya yang bernama
Yazid. Penunjukan ini tentu mengundang
reaksi dari para tokoh, terutama dari keluarga besar Bani Hasyim. Sebab
kebiasaan jelek dari Yazid, seperti meminum minuman keras dan lainnya yang
jelas jelas melanggar agama, bukan rahasia lagi bagi masyarakat saat itu. Tapi
karena tangan besi yang dilakukan oleh pemerintah saat itu, maka sangat sedikit
dari masyarakat yang berani menentangnya.
Selanjutnya setelah mendapat baiat dari penduduk Syam, maka guna mendapatkan
baiat dari Sayyidina Husin ra dan dari Bani Hasyim lainnya yang berada di
Madinah, Yazid segera mengirim surat ke Walid bin Uqbah selaku Kepala Daerah
Madinah.
Dalam
surat itu Yazid memberitahukan bahwa Kholifah Muawiyah telah meninggal dunia
dan dirinya telah ditunjuk sebagai penggantinya. Kemudian dalam surat tersebut
Yazid memerintahkan kepada Walid bin Uqbah agar secepatnya mendapatkan baiat
dari tokoh tokoh di Madinah, terutama dari Sayyidina Husin ra dan dari Bani
Hasyim yang lain.
Tidak
lama setelah menerima surat tersebut Walid bin Uqbah segera memanggil Sayyidina
Husin ra yang saat itu sedang berada di Masjid bersama sahabat sahabatnya.
Malam
itu juga Sayyidina Husin ra datang kerumah Walid bin Uqbah. Beliau datang
seorang diri, sedang ditempat Walid selain Walid hanya ada Marwan yang sedang
duduk disudut ruangan.
Selanjutnya
setelah Walid bin Uqbah menyampaikan berita mengenai meninggalnya Kholifah
Muawiyah serta penunjukan Yazid sebagai penggantinya, maka Walid bin Uqbah
selaku Kepala Daerah meminta Baiat dari Sayyidina Husin ra.
Mendengar
pemberi tahuan dan permintaan tersebut Sayyidina Husin ra segera menyampaikan ucapan
duka cita atas meninggalnya Kholifah Muawiyah. Namun mengenai permintaan Baiat
tersebut beliau beralasan bahwa orang seperti dia tidak boleh Baiat secara
sembunyi sembunyi, tapi harus Baiat dihadapan halayak ramai.
Rupanya
alasan tersebut bisa diterima oleh Walid bin Uqbah, karena dalam benaknya dia
berpendapat apabila Sayyidina Husin ra sudah Baiat dihadapan halayak ramai
pasti seluruh penduduk Madinah akan Baiat.
Keesokan
harinya Sayyidina Husin ra mempersiapkan satu perjalanan yang masih dirahasiakannya,
dan seharian beliau tidak keluar dari rumahnya. Sedang Walid bin Uqbah pada
hari itu sibuk menerima tamu tamu yang berta’ziah atas meninggalnya Kholifah
Muawiyah.
Selanjutnya pada malam harinya dalam rangka menghindari Baiat kepada Yazid,
malam itu juga Sayyidina Husin ra bersama keluarganya secara diam-diam
meninggalkan Madinah menuju Mekah. Tepatnya malam minggu tanggal dua puluh
delapan Rajab tahun enam puluh Hijriyah.
Kemudian
setelah melalui dan melewati jalan yang tidak biasa dilalui oleh para Musafir,
karena kepergiannya takut diketahui oleh orang orangnya Walid bin Uqbah, maka
akhirnya sampailah Sayyidina Husin ra dikota Mekah dengan selamat.
Berita sampainya Sayyidina Husin ra dan keluarganya di Mekah
tersebar keberbagai daerah. Orang-orang Kufah yang dikenal sebagai
Syi’ahnya Imam Ali kw dan Imam Hasan ra begitu mendengar berita tersebut,
segera berkirim surat ke Sayyidina Husin ra. Mereka meminta agar Sayyidina
Husin ra mau datang ke Kufah untuk di baiat sebagai Kholifah. Dan apabila tidak
mau, maka beliau harus bertanggung jawab dihadapan Alloh SWT, atas kedholiman
yang terjadi.
Namun meskipun surat yang dikirim dari Kufah tidak ada henti-hentinya,
Sayyidina Husin ra tetap tidak mau pergi ke Kufah.
Hal mana karena beliau masih ingat penghianatan orang-orang Kufah
terhadap ayahnya dan saudaranya. Mereka mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait,
tapi kenyataannya mereka justru berkhianat.
Setelah melalui berbagai surat gagal, maka orang-orang Kufah tersebut mengutus
beberapa orang guna menemui Sayyidina Husin ra, meminta pada beliau agar mau
datang ke Kufah untuk di Baiat sebagai
Kholifah.
Sebagai orang yang arif lagi bijaksana, walaupun sudah berkali kali di khianati
oleh orang-orang yang mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait, beliau akhirnya
mengutus Muslim bin Agil (sepupunya) ke Kufah guna membuktikan apa yang
sudah mereka sampaikan.
Sesampainya Muslim bin Agil ra di Kufah, puluhan ribu penduduk Kufah menyambutnya
serta membaiatnya sebagai wakil dari Sayyidina Husin ra.
Muslim bin Agil segera mengirim surat ke Sayyidina Husin ra, memberitahukan
mengenai keadaan dan apa yang terjadi di Kufah, serta mengharap agar Sayyidina
Husin ra segera berangkat ke Kufah.
Setelah menerima surat tersebut, Sayyidina Husin ra. segera memutuskan untuk
segera berangkat ke Kufah. Kemudian rencana tersebut beliau sampaikan ke
famili-familinya serta sahabat-sahabatnya.
Abdulloh bin Abbas sepupu Imam Ali kw begitu mendengar rencana Sayyidini Husin
ra tersebut, segera mendatangi Sayyidina Husin ra dan menasihatinya agar
menggagalkan rencananya. Sebab Abdulloh bin Abbas ra tahu benar watak
orang-orang Kufah yang selalu mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait tersebut.
Dengan harapan dapat menyelamatkan negara dari orang-orang yang tidak layak
memimpin negara, maka Sayyidina Husin ra terpaksa menolak nasehat Abdulloh bin
Abbas ra dan tetap akan berangkat ke Kufah.
Kemudian pada tanggal sembilan Dhulhijjah (hari Tarwiyah) Sayyidina Husin ra
bersama keluarganya dan beberapa orang Anshor meninggalkan Mekah menuju
Kufah.
Namun apa yang terjadi di Kufah ?
Yazid yang men’jabat sebagai Khalifah di Syam, begitu mendengar bahwa orang-orang
Kufah sudah memihak dan membaiat Muslim bin Agil ra sebagai wakil
dari Sayyidina Husin ra, segera mengangkat Ubaidillah bin
Ziyad sebagai Kepala Daerah Kufah yang baru menggantikan Nu’man bin Basyir.
Berbeda dengan Kepala Daerah yang lama, Ubaidillah bin Ziyad orangnya tegas,
kejam, cerdik dan lihai serta pandai mempengaruhi penduduk Kufah. Sehingga
tidak lama kemudian penduduk Kufah sudah berpaling dari Muslim bin Agil ra.
Mereka yang menyatakan dirinya sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait dan membaiat Muslim
bin Agil ra sebagai wakil dari Sayyidina Husin ra
itu telah berkhianat. Mereka berubah haluan, mereka terpengaruh
oleh bujukan dan rayuan Ubaidillah bin Ziyad dan berbalik menjadi pengikut Yazid.
Muslim bin Agil ra tidak berdaya dan tidak bisa berbuat apa apa melihat keadaan
yang menyedihkan tersebut. Bahkan setelah melalui pengejaran, akhirnya Muslim
bin Agil ra meninggal dunia ( terbunuh Syahid ).
Sayyidina Husin ra yang sedang diperjalanan bersama rombongannya dari Mekah
ditambah orang-orang yang bergabung dengannya diperjalanan, ketika mendengar
berita mengenai keadaan di Kufah serta kematian Muslim bin Agil ra, segera
berkata kepada rombongannya sbb;
Hai
orang-orang, kita telah dikhianati oleh orang-orang Kufah. Barang siapa akan
meninggalkan rombongan, saya persilahkan dan dia tidak bersalah.
Mendengar kata-kata Sayyidina Husin ra dan mengetahui keadaan di Kufah, maka
sebagian rombongannya ada yang meninggalkan rombongan.
Tinggal Sayyidina Husin ra dan rombongannya yang datang bersamanya dari Mekah.
Tidak lama kemudian, Sayyidina Husin ra dan rombongannya dihadang oleh pasukan
Ibin Ziyad yang berkekuatan seribu personil dipimpin oleh Al Hur bin Yazid At
Tamimi.
Selanjutnya begitu berhadapan dengan mereka, Sayyidina Husin ra segera berkata; Wahai
orang-orang, sebelumnya saya mohon maaf kepada Alloh dan kepada kalian,
sebenarnya saya tidak akan datang ketempat kalian terkecuali setelah menerima
surat-surat dari kalian dan utusan kalian yang meminta
pada saya agar saya mau datang ketempat kalian. Dan sekarang
saya sudah datang, apabila kalian dengan senang hati mau menerima kami,
maka kami akan masuk kota kalian. Tapi jika kalian tidak senang dengan kedatangan
kami, maka kami akan kembali ketempat dari mana kami berangkat.
Setelah mendengar kata-kata Sayyidina Husin ra mereka menjawab; Kami
hanya diperintah untuk membawa kalian ke Ibin Ziyad.
Mendengar kata-kata tersebut Sayyidina Husin ra segera mengajak rombongannya
kembali ke Mekah, tapi dihalangi oleh Al Hur dan anak buahnya.
Melihat kelakuan mereka tersebut Sayyidina Husin ra bertanya ;
Apa
maksud kalian?
Al Hur menjawab; Saya tidak diperintah untuk
memerangimu, tapi saya diperintah untuk membawamu kehadapan Ibin Ziyad.
Karenanya jangan kemana - mana dulu, sampai aku mengirim
surat ke Ibin Ziyad. Dan kamu juga berkirimlah surat ke Yazid dan Ibin Ziyad,
semoga Alloh menyelamatkan aku dari urusanmu.
Tidak
berapa lama kemudian, datang Umar bin Saad bersama tentaranya yang berjumlah
empat ribu orang. Tepatnya hari itu, jum’at tanggal lima Muharrom tahun enam
puluh satu Hijriyah.
Kemudian Umar bin Saad memberi tahu Sayyidina Husin ra bahwa Ibin Ziyad
memerintahkannya, agar melarang Sayyidina Husin ra mengambil air, sampai
Sayyidina Husin ra mau membaiat Yazid.
Sayyidina
Husin ra menjawab bahwa dia datang ketempat itu dikarenakan surat surat yang
dikirim oleh orang orang Kufah yang memintanya agar mau datang ke Kufah. Bahkan
ada beberapa orang yang datang mengundangnya keKufah. Tapi apabila sekarang dia
tidak diperbolehkan melanjutkan perjalanannya menuju Kufah, maka Sayyidina
Husin ra mengajukan tiga pilihan.
Yang
pertama dia akan kembali Ke Hijaz.
Atau
dia akan pergi kedaerah lain yang dia pilih.
Atau
dia akan ke Syam menemui Yazid.
Selanjutnya oleh karena Sayyidina Husin ra tidak mau Baiat kepada Yazid dan
hanya memberikan tiga pilihan, maka sejak saat itu Sayyidina Husin ra dan
rombongannya dilarang mengambil air.
Tapi tidak lama kemudian, melihat banyak anak anak yang kehausan dan melihat
akibat dari tindakannya tersebut, hati Umar mulai iba, kemudian dia berkirim
surat ke Ibin Ziyat memberi tau tiga pilihan yang diajukan oleh Sayyidina Husin
ra serta meminta Izin agar rombongan Sayyidina Husin ra diperbolehkan mengambil
air Sungai untuk minum.
Mengapa Umar bin Saad berubah sikapnya agak lunak? Diceritakan bahwa perubahan
tersebut diantaranya dikarenakan telah terjadi satu peristiwa yang luar biasa,
dimana saat itu Sayyidina Husin ra karena haus, pergi kesungai
untuk minum dan mengambil air untuk minumnya kaum wanita dan
anak-anak. Tapi beliau dihalangi oleh perajurit Umar bin Saad. Saat itu ada
seorang yang bernama Abdulloh bin Abi Hushoin berkata kepadanya: Hai
Husin, tidakah engkau melihat air yang jernih itu?. Tapi demi Alloh aku
bersumpah bahwa engkau tidak akan meminumnya, meskipun satu tetes., hingga
engkau mati kehausan.
Mendengar dan melihat sikap orang yang benar-benar ingin melihat dia mati
kehausan itu, Sayyidina Husin ra segera meninggalkan tempat tersebut
dalam keadaan haus yang luar biasa, sambil berdoa memohon kehadirat Alloh
SWT agar orang tersebut merasakan dahaga yang tidak bisa dihilangkan.
Tidak lama setelah Sayyidina Husin ra memanjatkan doanya, Abdullah bin Abi
Hushoin merasa haus yang luar biasa. Sehingga dia tidak sanggup menahan
dahaganya. Iapun segera minum, namun meskipun dia sudah minum banyak, tapi rasa
hausnya masih tetap. Karenanya dia terus minum, sampai perutnya yang besar itu
terasa kembung.
Tak tahan merasa dahaga tapi perutnya terasa penuh air, maka diapun akhirnya
tumpah tumpah. Namun kejadian ini tidak berhenti, karena rasa haus yang dia
rasakan tidak berhenti. Selanjutnya setiap dia minum, dia selalu tumpah, karena
perutnya yang sudah kembung itu tidak bisa lagi menerima air.
Akhirnya dalam keadaan lemas dan tidak berdaya dia menghembuskan nafas
yang terakhir sambil memegang lehernya
Kejadian tersebut disaksikan oleh beberapa temannya sehingga menjadi
pembicaraan anak buah Umar bin Saad. Mungkin kejadian ini menambah alasan,
mengapa sikap Umar bin Saad berubah agak lunak dan meminta izin ke Ibin Ziyad.
Ternyata Ibin Ziyad setelah membaca surat dari Umar bin Saad tersebut justru
marah. Kemudian dia Segera mengirim Syamer bin Dhil Jausyan membawa surat untuk
Umar bin Saad yang isinya menolak tiga pilihan Sayyidina Husin ra. tersebut
serta menolak permintaan izin Umar bin Saad dan memberi tahu bahwa dia dalam
menghadapi Sayyidina Husin ra, hanya diberi dua pilihan yaitu antara Baiat
kepada Yazid atau perang.
Kepada
Syamer bin Dhil Jausyan Ibin Ziyad berpesan ; Apabila Umar mau mengikuti
perintahku, maka ikutilah dia, tapi apabila dia menolak, maka tebaslah
lehernya.
Ternyata
setelah mendengar apa yang telah disampaikan oleh Syamer bin Dhil Jausyan
tersebut, Umar bin Saad mau menerima dan akan melaksanakan perintah Ibin Ziyad
tersebut.
Selanjutnya oleh karena Sayyidina Husin ra tetap tidak
mau Baiat kepada Yazid, maka pagi harinya Umar bin Saad segera
mempersiapkan tentaranya guna menyerang Sayyidina Husin ra.
Kemudian melihat musuh sudah bersiap-siap akan menyerang, maka Sayidina Husin
ra segera mempersiapkan pasukannya guna menghadapi Umar bin Saad dan
pasukannya. Sedang kaum wanita disuruh tetap tinggal didalam kemah bersama
putranya yang bernama Ali Al Aushot yang sedang sakit.
Melihat musuh yang begitu banyak jumlahnya, diperkirakan mencapai lima ribu
orang, sedang beliau dan orang-orangnya hanya berjumlah tujuh puluh dua orang,
maka beliau hanya bisa pasrah kepada Alloh SWT. Namun beliau tidak takut dan
tidak gentar serta tidak mengenal Tagiyah dalam menghadapi musuh-musuhnya yang
begitu banyak.
Beliau menghadapi mereka dalam keadaan puasa, karena hari itu tepat tanggal
sepuluh Muharrom. Dimana Rosululloh SAW berpuasa pada tanggal itu dan
memerintahkan para Sahabat agar berpuasa. Bahkan agar berbeda dengan
orang-orang Yahudi yang juga berpuasa pada tanggal sepuluh Muharrom, maka
Rosululloh SAW juga memerintahkan agar Umatnya berpuasa pada tanggal sembilan
Muharrom, yang kemudian dikenal dengan puasa Tasua dan Asyuro.
Tetesan
Air Mata
Ada satu kejadian yang luar biasa, yang perlu kami sampaikan disini, dan
sekaligus sebagai pelajaran bagi kita.
Pagi sepuluh Muharrom itu, disaat Sayyidina Husin ra sedang memperhatikan musuh
yang ada dihadapannya dan akan menyerangnya, tiba-tiba air matanya menetes. Hal
ini menunjukkan ada sesuatu yang membuatnya menangis.
Melihat kejadian tersebut, Siti Zainab ra yang ada didekatnya segera bertanya ; Mengapa
air matamu sampai menetes wahai saudaraku, apakah engkau takut?, padahal engkau
akan bertemu dengan saudaramu, ibumu, ayahmu dan datukmu Rosululloh Saw
Sayyidina Husin ra segera menjawab: Bukan karena itu air mataku menetes,
tapi aku melihat orang-orang yang akan membunuhku itu masuk Neraka. Maka aku
merasa kasihan pada mereka dan aku memohon kepada Alloh Swt agar mereka
dimasukkan Surga.
Sungguh kejadian ini membuktikan kebesaran jiwa serta kemuliaan sifat dan
akhlaq Sayyidina Husin ra. Sesuatu yang telah diwarisinya dari datuknya baginda
Rosululloh SAW. Seorang yang telah menyandang gelar, sebagai Rahmatan Lil
Alamin.
Alloh SWT telah berfirman:
وَمَا
اَرْسَلْنَكَ اِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينْ
( الانبياء - 107 )
Dan kami tidak mengutusmu
terkecuali sebagai Rahmat bagi alam semesta.
(
Al-Anbiya’ ayat 107)
Bukan hanya anak buahnya atau
pecintanya yang didoakan masuk Surga, tapi sampai musuh musuhnya dan orang-0rang
yang akan membunuhnya, beliau doakan masuk Surga.
Beliau Sayyidina Husin ra menginginkan kehidupan mereka, tapi mereka justru
menginginkan kematiannya.
Demikian Sayyidina Husin ra, seorang Ahlul Bait yang berhati mulia, pemaaf dan
tidak sedikitpun mempunyai rasa dendam pada orang lain. Baik terhadap
musuh-musuhnya atau orang-orang yang akan membunuhnya, apalagi terhadap
orang-orang yang telah berjasa terhadap Rosululloh SAW dan islam.
Kejadian diatas sebagai pelajaran bagi kita, agar kita tidak cepat-cepat
mengumpat atau mencacimaki orang-orang yang yang berbuat jelek kepada kita dan
Ahlul Bait, tapi kita doakan mereka, semoga mereka mendapat hidayah dari Alloh
SWT.
Selanjutnya tidak lama kemudian kedua pasukan sudah berhadapan. Pada awalnya
difihak Sayyidina Husin ra, barisan depan ditempati oleh putra-putra Sayyidina
Husin ra dan putra-putra saudaranya. Namun kemudian orang-orang Anshar yang
bersamanya sejak awal, memprotes dan berkata kepadanya ;
Wahai
putra dari putri Rosululloh SAW, kita sudah ada kesepakatan, bahwa dalam setiap
pertempuran kami orang-orang Anshor akan selalu ditempatkan dibarisan terdepan.
Tapi mengapa sekarang kami ditempatkan dibarisan kedua?.
Kemudian Sayyidina Husin ra menjawab; Benar kami ada kesepakatan dengan
kalian, tapi kali ini biarlah keluargaku yang berada digaris depan, dan kalian
cukup dibarisan kedua saja.
Mendengar jawaban Sayyidina Husin ra tersebut, orang-orang Anshor itu berkata ;
Jadi
kami diletakkan dibarisan kedua itu agar apabila kalian gugur, maka kami akan
dibiarkan oleh musuh. Sebab yang dikehendaki oleh musuh adalah kalian. Dan
selanjutnya apabila kami pulang, maka penduduk Madinah akan berkata;
Kalian senang karena pulang dalam keadaan selamat, sedang pemimpin (Sayid)
kita, kalian tinggalkan dalam keadaan gugur, dibunuh oleh musuh-musuh kita.
Demi Alloh kami akan gugur bersama kalian, dalam mempertahankan kebenaran.
Mendengar apa yang
disampaikan, akhirnya Sayyidina Husin ra memberi ijin kepada mereka untuk
menempati barisan terdepan.
Tidak lama kemudian terjadilah pertempuran, dan oleh karena pertempuran ini
tidak seimbang, meskipun dari fihak Sayyidina Husin ra sudah menunjukan
perlawanan yang luar biasa, maka dari fihak Sayyidina Husin ra korban mulai
berjatuhan. Satu demi satu sahabatnya dan keluarganya gugur dan akhirnya
Sayyidina Husin ra sendiri juga gugur
Syahid.
Berbagai cara mereka lakukan saat menyerang dan membunuh Sayyidina Husin ra,
tapi kami selaku penulis buku ini tidak dapat menguraikan kebiadaban tersebut.
Dan Kami hanya bisa berucap, Innaa Lillaah Wa Innaa Ilaihi
Roojiuun.
Sebenarnya Sayyidina Husin ra sudah merasa bahwa dirinya akan meninggal pada
hari itu, sebab pada pagi hari itu beliau bermimpi bertemu dengan datuknya,
dimana Rosululloh SAW saat itu berkata kepadanya;
Malam
ini engkau berbuka bersama kami.
Karenanya disaat saudarinya meminta kepadanya agar beliau mau membatalkan
puasanya sebelum berperang, beliau menjawab:
Saya
akan berbuka bersama datukku.
Dengan demikian hari itu atau hari Asyuro adalah hari kemenangan dan
kegembiraan bagi Sayidina Husin ra, sebab pada hari itu beliau bertemu dengan
Rosululloh SAW, bertemu dengan ayahnya Imam Ali kw dan dengan ibunya Fathimah
Az Zahra ra serta dengan saudaranya Sayyidina Hasan ra. Sehingga hari itu
merupakan hari yang sudah lama dinanti-nantikannya.
Karena kebenaranlah beliau berkorban, dan karena berkorban itu beliau mendapat
kedudukan yang sangat tinggi disisi Alloh SWT sebagai Syahid.
Satu-satunya anak lelaki dari Sayyidina Husin ra yang masih hidup dan selamat
dari kekejaman orang orang Kufah atau orang-orang yang pernah mengaku sebagai
Syi’ahnya Ahlul Bait adalah Sayyidina Ali Zainal Abidin atau Ali Al Aushot ra.
Beliau selamat karena saat itu beliau sedang sakit dan berada didalam kemah
bersama kaum wanita.
Kemudian setelah peperangan selesai, semua keluarga Sayyidina Husin ra
yang masih hidup, yang terdiri dari orang orang perempuan dan
Sayyidina Ali Zainal Abidin ra ditawan dan dibawa ke Ibin Ziyad di Kufah. Tidak
ketinggalan kepala Sayyidina Husin ra dan kepala kepala Sahabatnya juga dibawa
kehadapan Ibin Ziyad. Jarak antara Karbala dengan
Kufah kurang lebih dua puluh lima Mil.
Imam
Thurmudhi meriwayatkan:
Ketika
kepala Sayyidina Husin ra diletakkan dihadapan Ibin Ziyad, maka dengan
sombongannya Kepala Daerah Kufah itu mempermainkan hidung dan mulud sayyidina
Husin ra dengan tongkatnya.
Melihat
kebiadaban Abdullah bin Ziyad tersebut, Anas bin Malik yang saat itu berada
diruangan itu tidak dapat menahan tangisnya. Sedang Zeid bin Argom yang juga
berada diruangan itu segera bereaksi dan berteriak; Angkat
tongkatmu hai Ibin Ziyad, demi Alloh saya selalu melihat Rosululloh Saw
menciumi antara mulut dan hidungnya.
Kemudian
sambil menoleh ke Ibin Ziyad, Zeid bin Argom meneruskan perkataannya; Saya
sering melihat Rosululloh Saw mendudukkan Al Hasan dipangkuan kanannya dan Al
Husin dipangkuan sebelah kiri, lalu bagaimana engkau sampai hati
memperlakukannya seperti itu, wahai Ibin Ziyad.
Mendengar
kata kata tersebut Ibin Ziyad marah dan hampir membunuhnya dan diapun berkata; Andaikata
kau bukan seorang yang sudah tua, pasti aku sudah menebas lehermu.
Selanjutnya atas perintah Ibin Ziyad, kepala kepala tersebut diarak
keliling kota..
Sayyidina Ali Zainal Abidin ra sendiri hampir dibunuh dihadapan Ibin Ziyad
andaikata Sayyidah Zainab ra ( saudari Imam Husin ra ) tidak melarang mereka,
dan sambil merangkulnya beliau berkata, bunuhlah aku dahulu sebelum kalian
membunuhnya. Namun akhirnya Ibin Ziyad mengurungkan niatnya, sehingga
selamatlah Sayyidina Ali Zainal Abidin ra dari kekejaman Ibin Ziyad.
Kemudian para tawanan dan kepala Sayyidina Husin ra dibawa dari Kufah ketempat
Yazid di Damaskus (Syam). Pada awalnya Yazid yang sebelumnya senang dengan
tindakan Ibnu Ziyad tersebut, begitu menyaksikan apa yang ada dihadapannya
mulai menyesal. Terutama setelah melihat reaksi penduduk Damaskus yang tidak
senang melihat apa yang terjadi. Bahkan Yazid sampai mengumpat Ibin Ziyad dan
berkata, semoga Alloh melaknat Ibnu Sumayyah.. Tapi karena tujuannya untuk
politik, yaitu mempertahankan kekuasaannya, maka selanjutnya kepala Sayyidina
Husin ra diarak keberbagai daerah.
Namun sesampainya arak-arakan tersebut dikota Asgolan (Palestina), maka atas
perintah Kepala Daerah Asgolan yang dikenal berbudi baik, kepala Sayyidina
Husin ra segera dimakamkan.
Menurut ahli sejarah keberadaan kepala Sayyidina Husin ra di Asgolan
berlangsung hingga tahun lima ratus empat puluh delapan hijriyah.
Selanjutnya, disaat Asgolan dibawah kekuasaan Fatimiyyun di Mesir. Pada waktu
itu Kepala Daerah Asgolan mengirim surat ke Mesir memberi tahu kepada Kholifah,
bahwa orang orang barat berencana menguasai Asgolan (Palestina). Saya takut
jika Asgolan sampai dikuasai mereka, maka apa yang ada di Asgolan akan dibawa
ketempat mereka. Dan oleh karena kepala Sayyidina Husin ra berada di Asgolan,
maka saya khawatir mereka juga akan mengambilnya dan dibawa kenegara mereka.
Untuk itu kirimlah orang yang anda percayai untuk mengurus dan membawa kepala
tersebut.
Setelah menerima surat tersebut, pemerintahan Fatimiyyun di mesir segera
mengirim pasukan ke Asgolan dengan dibekali uang yang cukup guna keperluan
pemindahan kepala Sayyidina Husin .
Selanjutnya
setelah rombongan sampai di Asgolan, Kepala Daerah Asgolan segera mempersiapkan
pemindahan Kepala Sayyidina Husin ra. Dan setelah melalui upacara keagamaan,
kepala (Arro’su Asy syarif) Sayyidina Husin ra segera diberangkatkan ke Mesir.
Sesampainya kembali mereka di Mesir,
maka penduduk Mesir dan pemerintah saat itu menyambut dengan khidmat
kedatangan kepala Sayyidina Husin ra tersebut. Selanjutnya dimandikan, dan yang
mengherankan saat itu darahnya masih segar belum kering serta mengeluarkan bau
yang sangat harum.
Setelah selesai dimandikan, kemudian kepala Sayyidina Husin ra dimakamkan
disatu tempat di Cairo Mesir, yang sekarang dikenal dengan Masjid Al Husin dan
selalu diziarahi oleh kaum Muslimin yang berdatangan dari seluruh penjuru
dunia.
Demikian akhir dari perjalanan kepala Sayyidina Husin ra
Pembaca
yang kami hormati, selain apa yang sudah kami sampaikan diatas, masih ada lagi
versi lain mengenai pemakaman kepala Sayyidina Husin ra. Mana yang betul,
Wallohu A’lam bishshowab.
Yang
penting dimanapun keberadaan kepala Sayyidina Husin ra, beliau tetap dikenang
sepan’jang masa sebagai Sayyidu Syabaab Ahlil Jannah, yang dihianati oleh orang
orang yang mengaku sebagai Syi’ahnya.
Adapun Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Husin ra dan saudari saudarinya serta
bibinya yaitu Siti Zainab ra, maka setelah mereka dibawa kehadapan Yazid,
dimana sikap Yazid yang sebelumnya tidak sopan berubah baik dan menghormati
mereka, maka mereka segera meninggalkan Damaskus menuju Madinah.
Kedatangan mereka disambut oleh penduduk Madinah.
Mereka merasa sedih dan ikut berduka cita atas wafatnya Sayyidina Husin ra dan keluarganya
di Karbala.
Yang aneh, penduduk Kufah yang ikut bergabung dengan Ibin Ziyad dan ikut
bersekongkel dalam pembunuhan terhadap Sayyidina Husin ra tersebut akhirnya
menyesali perbuatan mereka. Mereka banyak yang menangis menyesal, karena
perbutan mereka Sayyidina Husin ra dan keluarganya menjadi korban dan
meninggal di Karbala.
Seorang Ahli sejarah yang dikenal dengan sebutan Al
Ya’qubi (Ulama Syi’ah) menerangkan dalam buku sejarah yang dikarangnya :
Bahwa ketika Sayyidina Ali Zainal Abidin ra memasuki Kota Kufah, beliau melihat
orang-orang yang mengaku sebagai Syi’ahnya ayahnya menangis. Kemudian beliau
berkata;
Kalian
membunuhnya tapi kalian menangisinya. Siapa yang membunuhnya jika bukan kalian,
kalianlah yang membunuhnya.
Demikian kesaksian Sayyidina Ali Zainal Abidin ra atas menangisnya orang-orang
Syi’ah yang selalu mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait.
Sejarah mencatat, bahwa orang-orang yang telah membunuh Sayyidina Husin ra itu
akhirnya menyesali perbuatan mereka, dan dibawah pimpinan Sulaiman bin Sord
mereka segera membentuk persatuan yang mereka namakan Attawwaabuun. Sebagai wadah bagi orang-orang Syi’ah
yang telah berkhianat terhadap Sayyidina Husin ra dan keluarganya.
Itulah sebabnya sampai sekarang orang-orang Syi'ah jika memperingati hari
terbunuhnya Sayyidina Husin ra atau hari Asyuro selalu dengan menangis. Bahkan
ada yang memukuli badannya sampai berdarah, sebagai penebusan dosa atas perbuatan yang mereka lakukan
terhadap Sayyidina Husin ra dan keluarganya di Karbala.
Ulama-ulama kita menilai cara mereka tersebut, merupakan perbutan Bid’ah
( Dholalah ), karena sangat menyimpang dari ajaran Rosululloh SAW.
Rosululloh SAW pernah bersabda :
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الخُدُودْ وَشَقَّ الجُيُوبْ وَدَعَا بِدَعْوَى
الجَاهِلِيَّةِ.
( رواه البخارى والمسلم )
Bukan dari golonganku, orang-orang yang suka memukuli wajahnya dan merobek
kantongnya ( pakaiannya ) serta menyerukan kepada perbuatan jahiliyah.
( HR.Bukhori, Muslim )
Dalam sabdanya yang lain, beliau melarang orang-orang menangisi orang-orang
yang sudah mati, seperti yang dilakukan orang-orang syi’ah sekarang, mereka
berkumpul dan menangis bersama-sama, dengan berteriak-teriak, sebentar memuji
dan sebentar melaknat serta memukuli badannya.
ثَلاَثَةٌ
مِنَ الكُفْرِ بِالله شَقَّ الجَيْبْ وَالنِّيَاحَةْ وَطَعْن النَسَبْ.
( رواه الحاكم وابن حبان )
Terdapat
tiga hal yang merupakan sebagian pengkufuran terhadap Alloh SWT, yaitu merobek
robek pakaian, meratap dan melukai hubungan darah.
( HR. Hakim dan Ibnu Hibban )
Selanjutnya guna menguatkan cara mereka tersebut, mereka membuat Hadist-Hadist
palsu dengan mengatas namakan Ahlul Bait. diantaranya sebagai berikut:
1. اِ
نَّ مَنْ بَكَى أَوْ تَبَاكَى عَلَى ا لحُسَينْ غَفَرَ
اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَا تَأَخَّرْ.
1.
Barang siapa menangis atau menangis-tangiskan dirinya atas kematian Husin, maka
Alloh SWT akan mengampuni semua dosa dosanya, baik yang sudah dilakukan
maupun yang akan dilakukan.
2. مَنْ
بَكَى أَوْ تَبَاكَى عَلَى الحُسَينْ وَجَبَتْ لَهُ الجَنَّة.
2. Barang siapa menangis atau menangis-tangiskan dirinya atas kematian Husin,
maka wajib (pasti) dirinya mendapat surga.
Demikian jaminan dari Ulama-Ulama Syi’ah,
cukup menangis atas kematian Sayyidina Husin ra pasti masuk Surga.
Disamping riwayat-riwayat diatas, masih banyak lagi riwayat-riwayat palsu
yang mereka buat, tidak kurang dari 458 (empat ratus lima puluh delapan)
riwayat, mengenai ziarah kemakam Imam-imam Syi’ah, bahkan dari jumlah tersebut
338 (tiga ratus tiga puluh delapan) khusus mengenai kebesaran dan keutamaan
serta pahala besar bagi peziarah kemakam Imam Husin ra atau ke Karbala. Sebagai
contoh :
1.
Barang siapa haji sebanyak 20 kali, maka pahalanya sama dengan ziarah kemakam
Imam Husin sekali.
2.
Barang siapa ziarah kemakam Imam Husin di Karbala pada hari arafah, maka
pahalanya sama dengan haji 1.000.000 kali bersama Imam Mahdi, disamaping
mendapatkan pahalanya memerdekakan 1000 (seribu) budak dan pahalanya
bersodaqoh 1000 ekor kuda.
3.
Barang siapa ziarah ke makam Imam Husin pada Nisfu Sya’ban maka sama dengan
ziarah Allah di ‘Arasy-Nya.
4.
Barang siapa ziarah kemakam Imam Husin diKarbala pada hari Asyura, maka akan
mendapat pahala dari Allah sebanyak pahalanya orang haji 2000 kali dan diberi
pahalanya orang umroh sebanyak 2000 kali dan diberi pahalanya orang yang
berperang bersama Rasululllah saw 2000 kali.
5.
Andaikata aku katakan mengenai pahalanya ziarah ke makam Husin, niscaya
kalian tinggalkan ibadah haji dan tidak seorangpun yang akan mengerjakan haji.
ItuIah
diantara hadist-hadist palsu yang bersumber dari kitab Syi’ah “ WASAAIL
ASY-SYI’AH” oleh Al Khurrul Amily.
Sebenarnya setiap Muslim akan merasa sedih dan berduka, apabila mendengar atau
membaca sejarah terbunuhnya Sayyidina Husin ra dan keluarganya di Karbala.
Tetapi juga dapat kita ketahui, bagaimana ketabahan beliau dalam menghadapi
musuh-musuhnya yang begitu banyak. Beliau tidak takut dan tidak gentar serta
tidak mengenal Tagiyah. Karena kebenaranlah beliau berkorban, dan karena
berkorban itu beliau mendapat kedudukan yang sangat tinggi sebagai Syahid.
Demikian
Peristiwa Karbala yang oleh Dunia Islam dikenal sebagai
PENGHIANATAN SYI’AH TERHADAP
AHLUL BAIT
0 komentar:
Posting Komentar