Ilmu
Hai’ah atau yang dikenal dengan Ilmu Astronomi dalam bahasa Yunani, adalah ilmu
yang membahas benda-benda langit(seperti halnya bintang, planet, komet, nebula,
gugus bintang, atau galaksi), serta fenomena-fenomena yang terjadi di luar bumi
dan peredarannya sesuai orbit masing-masing. Dalam ilmu ini juga dibahas
mengenai ukuran, jarak, serta akibat yang ditimbulkan oleh peredaran semua
benda tersebut. Misalnya, perubahan siang-malam, pergantian bulan, gerhana,
serta pembentukan kalender. Di samping itu, gerhana matahari dan bulan juga
bisa diketahui kapan terjadinya melalui ilmu ini.
Ilmu
ini merupakan salah satu ilmu tertua yang telah digeluti oleh bangsa-bangsa
prasejarah seperti Asyur, Kaldan,
Fenisia, Mesir, India, Cina, Arab baik
pada masa jahiliyah atau setelah datangnya Islam, dan beberapa bangsa-bangsa
kuno yang lain.
Pythagoras(507-495
SM) adalah seorang filsuf yunani yang merupakan merupakan salah satu ilmuan
tertua yang menekuni ilmu matematika dan metafisika. Dia juga menjadi pengajar
di sebuah sekolah yang bertempat di kota Crotone Italia sekitar lima ratus
tahun sebelum lahirnya Nabi Isa AS. Di antara pemikirannya yang terkenal adalah
mengenahi peredaran bumi. Menurut dia, bumi berputar pada porosnya. Sedangkan
perputaran matahari dan bulan dari timur(tempat terbit) ke barat(tempat terbenam), adalah
disebabkan karena perputaran bumi tersebut(pada porosnya), bukan karena
perputaran cakrawala. Ini merupakan pemikiran yang diikuti mayoritas orang
setelahnya.
Kemudian
berdirilah sebuah sekolah yang dibangun oleh kekaisaran Ptolemaeus di
Iskandaria. Sekolah inilah yang pertama kali membuat alat pengukur
sudut(Busur), sekaligus yang pertama membuatnya. Di antara guru besarnya antara
lain; Hipparkhos(150 SM), Ptolemaeus(140
SM) dll. Ptolemaeus menulis buku yang berjudul al-Kitab al-Mijisti(Almagest:
Inggris) yang di dalamnya terdapat pernyataannya mengenahi peredaran bumi.
Menurut dia bumi tidak berputar pada porosnya, dia juga menyatakan bahwa
perubahan dari siang ke malam adalah disebabkan oleh berputarnya matahari
mengitari bumi. Pendapat ini dikenal dengan Teori Geosentris dan dipelajari serta
meyebar keberbagai penjuru dengan pesat, karena didukung oleh kekaisaran Romawi
yang berkuasa saat itu.
Pendapat
yang diungkapkan oleh Ptolemaeus ini diadopsi oleh al-Farabi ahli filsafat
islam abad keempat hijriyah yang kemudian diikuti Ibnu Sina dan para filsuf
Islam setelah beliau. Pendapat ini yang kemudian masyhur di kalangan
intelektual muslim saat itu, mereka berpegangan pada pendapat ini dan banyak di
jadikan pijakan diberbagai pembahasan dan kerangannya. Sebagian dari mereka menerima dan mengujinya
secara ilmiah, mengambil intinya serta membuang pendapat yang dianggap kurang
benar. Bahkan beberapa ahli tafsir mengarahkan beberapa ayat al-Qur’an pada
pembahasan ini.
Akan
tetapi, pada abad ke-16 M lahirlah seorang ilmuan yang bernama Nicolaus
Copernicus di kota Borussia Jerman. Dia adalah orang yang ahli dalam ilmu
Matematika, di samping itu dia juga mendalami ilmu Astronomi. Nicolaus mengikuti
pendapat Pythagoras mengenahi perputaran bumi dan menetapakan bahwa “Bumi
berputar pada porosnya dan matahari sebagai pusat tata surya di mana bumi dan
planet yang lain mengitarinya”, teori ini dikenal dengan Teori Heliosentrisme.
Selain Nicolaus, mayoritas ilmuan saat itu dan setelahnya mengikuti apa yang
dicetuskan oleh Pythagoras. Di antaranya; Tycho Brahe(Denmark, 1582 M),
Johannen Kepler(Jerman, 1654 M) dan Galilio Galilei(Itali, 1649 M) yang
semuanya sepakat bahwa bumi dan planet-planet yang lain berputar mengelilingi
matahari.
Planet
pertama dan merupakan yang terdekat dengan matahari adalah Mercurius diikuti
oleh Venus/Vesper, Bumi(bulan berputar mengelilinginya), Mars, Jupiter,
Saturnus dan yang terakhir Pluto.
Para
ilmuan menguatkan pendapat ini dengan mepraktekkan pada ilmu pasti
(mathematics), dan membantah teori geosentris yang di ungkapkan oleh Ptolemaeus
dan orang setelahnya. Nicolas termasuk orang yang paling terkenal di antara
orang yang menganut teori heliosentrisme, dia menulis buku tentang perputaran
benda-benda langit yang berjudul Harakat al-Ajram as-Samawiyah (On the
Revolutions of the Heavenly Spheres), yang diterbitkan pada tahun 1543. Dalam
buku tersebut, Nicolaus mencantumkan kata-kata berikut:
“Ada beberapa 'pembual' yang berupaya mengkritik karya
saya, padahal mereka sama sekali tidak tahu matematika, dan dengan tanpa malu
menyimpangkan makna beberapa ayat dari Tulisan-Tulisan Kudus agar cocok dengan
tujuan mereka, mereka berani mengecam dan menyerang karya saya; saya tidak
khawatir sedikit pun terhadap mereka, bahkan saya akan mencemooh kecaman mereka
sebagai tindakan yang gegabah”.
Dia
mengungkapkan kata-kata tersebut karena begitu santernya orang-orang yang
mengkritik pendapatnya seperti Christoph Clavius, seorang imam Yesuit pada abad
ke-16, mengatakan, "Teori Kopernikus memuat banyak pernyataan yang
tidak masuk akal atau salah". Teolog Jerman, Martin Luther,
menyayangkan, "Si dungu itu akan mengacaukan seluruh ilmu astronomi”.
Yang pada akhirnya pihak gereja menghukum Nicolaus karena teorinya bertentangan
dengan kitab suci mereka. Pihak gereja melarang untuk mempublikasikan dan
membaca buku Nicolaus. Akan tetapi, buku dan pemikiran Nicolaus tetap tersebar
luas sehinggga dikenal dengan Teori Copernicus.
Sedangkan
Galilio Galilei(1564-1642 M), di samping merupakan pendukung teori copernicus,
dia juga merupakan orang yang pertama kali menyempurnakan alat pembesar(teleskop)
dalam Ilmu Astronomi. Dengan alat ini, semua yang belum diketahui sebelumnya
bisa terungkap.
Kemudian
pada awal abad ke-18, Isaac Newton(1643-1727 M) menemukan teori Gravitasi yang menundukkan/mengatur
semua benda langit. Teori ini diperjelas
dan ditetapkan oleh Pierre-Simon de Laplace. Newton berhasil menunjukkan bahwa
bumi dan benda-benda luar angkasa diatur oleh hukum yang sama. Ia
membuktikannya dengan menunjukkan konsistensi antara hukum gerak planet Kepler
dengan teori gravitasinya. Teori ini akhirnya menyirnakan keraguan para ilmuwan
akan Heliosentrisme dan memajukan revolusi ilmiah.
Setelah
itu, muncullah ilmuan-ilmuan di dataran eropa yang mengikuti Heliosentrisme(matahari
sebagai pusat tata surya) sehinnga teori ini dikenal diseluruh penjuru benua
tersebut. Sehinnga mereka menganggap ini adalah tori baru yang tidak sama
dengan tori gereja yang menganut paham Geosentris, padahal teori ini sebenarnya
adalah teori lama yang dicetuskan oleh Pythagoras berabad-abad yang lalu.
Karena itulah, kedua teori di
atas(heliosentris dan geosentris) banyak disebutkan oleh ilmuan-ilmuan muslim
dalam beberapa kitabnya sebelum Nicolaus Copernicus dan setelahnya. Seperti
Syekh al-‘Allamah ‘Adudhud-Din bin Abdurrahman bin Ahmad(756 H) dalam kitab
monumentalnya yang berjudul Al-Mawaqif. Beliau menyebutkan dua teori gerak
berputarya bumi dengan gamblang sebelum akhirnya menanggapi teori tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar