Para ulama
dari kalangan madzhab Syafi’i berpendapat bahwa hukum jihad adalah fardhu kifâyah. Seperti yang telah disampaikan
oleh Syekh
al-Malibari di dalam kitab Fathul
Mu’în:
هُوَ فَرْضُ كِفَايَةٍ كُلَّ عَامٍ وَلَوْ مَرَّةً
“Jihad itu hukumnya fardhu kifâyah di setiap tahun walaupun hanya sekali.”
Maksud dari fardhu kifâyah adalah
ketika tak seorang pun dari orang-orang Islam ada yang berjihad maka semua akan
berdosa. Tapi, ketika ada yang berjihad walaupun hanya satu orang maka gugurlah
kewajiban tersebut. Yang patut kita ketahui bahwa hakikat dari hukum fardhu
yang ada dalam jihad adalah ijma’ para ulama. Jadi, dari setiap orang yang beragama Islam mempunyai tanggungan akan
wajibnya berjihad. Hanya saja, kewajiban tersebut akan gugur
ketika telah dilakukan oleh sebagian orang. Hukum fardhu kifâyah ini akan
terus berlanjut saat orang kafir berada di negara mereka. Dan akan berubah
menjadi hukum fardhu ‘ain jika orang
kafir berada di negara Islam. Dalam hal ini Syekh al-Malibari berkata:
وَإِنْ دَخَلُوْا اَيْ الكُفَّارُ بَلْدَةً
لَنَا تَعَيَّنَ الجِهَادُ عَلَى اَهْلِهَا
“Ketika orang-orang kafir masuk di daerah atau negara
Islam, maka wajib (fardhu ‘ain) bagi orang Islam untuk berjihad.”
Adapun ketentuan orang yang bisa berjihad adalah, pertama,
beragama Islam. Kedua, mukallaf (baligh dan berakal). Ketiga,
laki-laki. Keempat, merdeka (bukan budak). Kelima, mempunyai
senjata untuk berjihad dan mampu menggunakannya tatkala musuh menyerang.
Jihad adalah sesuatu yang sangat penting di dalam agama Islam dan harus
kita tanamkan di dalam diri kita. Lebih-lebih di zaman sekarang, ketika orang
kafir sudah ada di mana-mana dan banyak orang Islam yang didzalimi. Ketika
keadaan orang Islam minoritas di suatu daerah, maka pasti mereka tertindas dan
didzalimi. Namun, ketika orang Islam adalah mayoritas di suatu daerah, maka
pasti orang kafir menyeru tentang toleransi beragama. Inilah yang terjadi di
tengah-tengah kehidupan kita di zaman ini. Oleh karena itu Rasulullah r menempatkan
pahala jihad di tempat paling utamanya suatu amal. Memandang akan pentingnya
jihad dan menunjukkan bahwa orang Islam bukanlah orang yang lemah. Seperti yang
telah dijelaskan dalam hadis beliau r dari jalur
Abu Hurairah t:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيْ الْأَعْمَالُ أَفْضَلُ؟ قَالَ إِيْمَانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ
قِيْلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ الجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ قِيْلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ
حَجٌّ مَبْرُوْرٌ. متفق عليه
Dari Abu Hurairah t , ia
berkata, “Rasulullah e pernah ditanya tentang amal apakah yang paling
utama?” Beliau menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ditanyakan,
“Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.” Ditanyakan lagi,
“Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab: “Haji mabrur.” (HR.
Bukhari Muslim).
M. Fuad
Abdul W/Annajah Center Sidogiri
0 komentar:
Posting Komentar