Syariat islam telah mewajibkan
pakaian tertentu kepada perempuan ketika keluar rumah dan beraktivitas dalam
kehidupan umum. Pakaian tersebut terdiri dari dua
potong. Pertama, bagian baju yang diulurkan dari atas sampai ke bawah
menutupi kedua kaki. Kedua, kerudung atau yang menyerupai atau menduduki posisinya
berupa pakaian yang menutupi seluruh kepala, leher dan bukaan pakaian di dada. Ketika perempuan sudah menggunakan pakaian ini, ia boleh
keluar dari rumahnya ke pasar atau berjalan di jalan umum, yakni keluar ke
kehidupan umum. Akantetapi, jika ia tidak
memiliki kedua pakaian ini, ia tidak boleh keluar, apapun
keadaannya. Sebab, perintah untuk menggunakan kedua pakaian ini
datang bersifat umum dan ia tetap berlaku umum dalam semua kondisi; tidak ada
dalil yang mengkhususkannya (mentakhshis) sama sekali.
Dalil atas kewajiban ini adalah firman Allah
SWT tentang pakaian bagian atas:
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Janganlah mereka
menampakkan perhiasan-nya, kecuali yang (biasa) tampak pada dirinya. Hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” (QS an-Nur [24]: 31).
Juga firman Allah SWT tentang pakaian bagian
bawah:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ
قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ
مِنْ جَلابِيبِهِنَّ
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS al-Ahzab [33]: 59)
Dalil lain adalah hadis penuturan Ummu
‘Athiyah yang berkata:
أَمَرَنَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِيْ
الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى، اَلْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُوْرِ،
فَأَمَا الْحَيّضُ فَيَعْتَزلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ، وَدَعْوَةَ
الْمُسْلِمِيْنَ. قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُوْنُ لَهَا
جِلْبَابٌ، قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا. رواه مسلم
Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk
mengeluarkan para perempuan pada Hari Idul Fitri dan Idul Adha; para perempuan
yang punya halangan, perempuan yang sedang haid dan gadis-gadis yang dipingit.
Adapun perempuan yang sedang haid, mereka memisahkan diri dari shalat dan
menyaksikan kebaikan dan seruan kepada kaum Muslim. Aku berkata, “Ya Rasulullah,
salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.” Rasul saw menjawab, “Hendaknya
saudaranya memin-jami dia jilbab.” (HR Muslim)
Dalil-dalil di
atas sangat jelas menunjukkan pakaian perempuan dalam kehidupan umum. Jadi,
dalam dua ayat ini, Allah SWT telah mendeskripsikan pakaian yang Allah SWT wajibkan atas perempuan agar ia kenakan dalam kehidupan
umum dengan deskripsi yang dalam, sempurna dan menyeluruh.
Allah SWT pun berfirman tentang tatacara umum
yang berlaku atas pakaian ini (yang artinya): Janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak pada dirinya (an-Nur [24]: 31).
Maknanya, hendaknya mereka tidak menampakkan anggota-anggota tubuh yang merupakan
tempat perhiasan seperti kedua telinga, kedua lengan bawah, kedua betis dan
selain itu kecuali apa yang bisa tampak dalam kehidupan umum ketika ayat ini
turun, yakni pada masa Rasul saw., yaitu wajah dan kedua telapak tangan.
Dalam hal ini, diriwayatkan dari Ibn Umar
bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
مَنْ
جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ
يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ
ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْه .رواه الترمذيِ
“Siapa yang menjulurkan pakaiannya karena
sombong, Allah tidak memandang dirinya pada Hari Kiamat.” Lalu Ummu Salamah
berkata, “Lalu bagaimana perempuan memperlakukan ujung pakaiannya.” Rasul
menjawab, “Hendaknya mereka menjulurkan-nya sejengkal.” Ummu Salamah berkata,
“Kalau begitu tersingkap kedua kaki mereka.” Rasulullah pun menjawab,
“Hendaknya mereka menjulurkannya sehasta, jangan mereka lebihkan atasnya.” (HR at-Tirmidzi; ia
menyatakan hadis ini hasan-shahih).
Hadis ini gamblang menjelaskan bahwa jilbab
yang dikenakan di atas pakaian itu wajib dijulurkan ke bawah sampai menutupi
kedua kaki. Jika kedua kaki ditutupi dengan sepatu atau kaos kaki, itu belum
cukup. Jilbab tetap harus menjulur ke bawah hingga kedua kaki
dalam bentuk yang menunjukkan adanya irkha’ (dijulurkan) sehingga diketahui
bahwa itu adalah pakaian kehidupan umum yang wajib dikenakan perempuan di
kehidupan umum. Jilbab harus tampak irkha’ sebagai realisasi dari firman Allah:
“yudnîna” yakni yurkhîna (hendaknya mereka menjulurkan). Demikian penjelasan
mengenai jilbab menurut al-Qur’an dan hadits, semoga menjadi motivasi bagi
penulis dan pembaca yang budiman. Amiiin
0 komentar:
Posting Komentar