Kontroversi Kitab al-Ibanah; Muktazilah atau Ahlussunah?
Membicarakan karya-karya al-Asyari berarti membicarakan
produktifitas seorang ulama besar yang memiliki kedalaman dalam kajian, variasi
dalam ilmu pengetahuan, keluasan dalam wawasan dan kekayaan dalam aneka ragam
informasi. Pandangan sepintas terhadap karya beliau yang berjudul al-‘Umad
fi ar-Ru’yah, akan memberikan informasi yang cukup mengenai siapa sebenarnya al-Asyari[1].
Al-Asyari memiliki nama lengkap Ali bin Ismail
bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa Al-Asyari,
lahir di Bashrah tahun 260 H/ 873 M, tepat di tahun wafatnya filsuf Arab, al-Kindi.
Sedangkan mengenai kapan Imam al-Asyari wafat, masih terjadi perbedaan di antara sejarawan. Menurut sebagian pendapat, al-Asyari
wafat pada tahun 320 H/ 935 M. Menurut yang lain, diantaranya Ibn Furak dalam
kitab Thabaqâh al-Mutakallimîn, Imam al-Asyari wafat tahun 324 H/ 939 M.
Ada juga yang mengatakan tahun 330 H. Namun di antara pendapat itu, yang paling
mendekati keyakinan adalah pendapatnya Ibn Furak, sebab dia termasuk murid dari
Abu Hasan al-Bahili, murid al-Asyari yang paling akrab dengan gurunya[2].
Ibnu Asakir dalam kitabnya yang bejudul Tabyîn
al-Kadzib al-Muftarî menceritakan, bahwa Imam Abul Qasim al-Qusyairi pernah
berkata, “Para ahli hadits sepakat bahwa Imam al-Asyari adalah salah seorang
Imam dari imam-imam ahli hadits. Mazhabnya adalah mazhab ahli hadits, ia berbicara sesuai dengan Ahlussunah
dan membantah orang-orang yang berseberangan dari orang-orang yang menyimpang
dan ahli bid’ah”[3].
Imam al-Asyari termasuk ulama yang kreatif dalam mengarang kitab. Terutama
setelah “mengundurkan diri” dari mazhab Muktazilah. az-Zarkali menyebutkan
bahwa, al-Asyari mengarang 300 kitab, termasuk diantaranya Imamah as-Shadiq
ar-Rad al-Mujassimah, Makalah al-Islamiyyin, al-Ibanah ‘an Ushul Ad Diyanah, al-Rad ala Ibn ar-Rawandi, al-Asma’
wa al-Ahkam, al-Luma’ fi ar-Rad ala ahli az-Zaigh wa al-Bida’, dan lain-lain.
Baca juga: Interaksi dengan Orang Kafir
Baca juga: Interaksi dengan Orang Kafir
Diantara beberapa karya tersebut yang paling monumental adalah al-Luma’
dan al-Ibanah. Al-Ibanah sendiri memuat dasar-dasar akidah yang diusung oleh al-Asyari.
Kitab ini bisa sampai kepada kita, karena jasa dari al-Hafizh Ibn Asakir yang
mengutip sebagian isinya dalam kitab Tabyin Kidzb al-Muftari[4]. Di
samping itu, kitab ini juga telah diterbitkan secara lengkap dalam beberapa
edisi, antara lain edisi terbitan Saudi Arabia yang diberi kata pengantar oleh
Abdul Aziz bin Baz -ulama Wahabi kontemporer- dan diterbitkan Jamiah Islamiyah,
Madinah al-Munawwarah, edisi terbitan Beirut dan edisi terbitan Kairo yang ditahkik
oleh Fauqiyah Husain Mahmud. Dari semua edisi terbitan tersebut, edisi terbaik
adalah edisi terbitan Fauqiyah Husain Mahmud, meskipun isinya banyak yang
meragukan. Sementara edisi terbitan Saudi Arabia dan Beirut, banyak mengalami
distorsi (tahrîf) dan penambahan dari
kalangan Wahabi[5].
Untuk penulisan kitab Al-Ibanah ini, hingga sekarang masih menuai banyak kontroversi dikalangan ulama.
Banyak perbedaan pandangan tentang kapan kitab itu dikarang. Dikarenakan
penulisan dalam kitab tersebut mengandung makna tekstual yang jelas dan lebih cenderung
kepada sikap ahli hadis, terutama sikap Imam Ahmad bin Hanbal[6].
Menurut al-Barbahari, seorang penganut ekstrim
Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan bahwa Imam al-Asyari mengarang kitab ini
ketika masih berbau Muktazilah. Dikarenakan banyaknya pemikiran-pemikiran beliau yang sepertinya
lebih mendahulukan rasional[7]. Untuk
menepis tuduhan itu, Imam al-Asyari membantah dalam pembukaan kitab Al-Ibanahnya
dengan terang-terangan menunjukan dukungannya terhadap akidah yang diusung Imam
Ahmad bin Hanbal, “Jalan yang aku tempuh adalah berpegang teguh kepada kitab
Allah, Sunnah Nabi, riwayat para sahabat, tabi’in, para imam-imam hadis, dan
pada apa yang dikatakan oleh Abu Abdillah Ahmad Ibn Hanbal- semoga Allah
menyinari wajahnya, dan meninggikan derajatnya....”[8].
Sedangkan Dr. Hamudah Gharabah dalam kajiannya tentang Imam al-Asyari,
mengatakan bahwa Imam al-Asyari menulis kitab al-Ibanahnya pada awal
memisahkan diri dari mazhab Muktazilah. Kemudian beliau menulis kitab al-Luma’
setelah kondisi perlawanannya dengan Muktazilah mulai tenang serta kembali pada
mazhab yang moderat[9]. Pendapat ini sejalan
dengan al-Qodhi Abi al-Husein dalam Thobaqah al-Hanabilah yang mengatakan bahwa al-Ibanah dikarang
untuk menunjukkan wujud dukungannya terhadap ulama ahli hadis setelah mendapat
tuduhan dan melakukan dialog dengan al-Barbahari[10].
Pendapat ini juga didukung dari kalangan Asyairah
yang berpendapat bahwa setelah keluar dari Muktazilah, Imam al-Asyari merasa
perlu membuktikan dukungannya terhadap Imam Ahmad bin Hanbal dan menunjukan
penentangannya terhadap Muktazilah sebagai rivalnya. Karena itulah beliau lalu menulis kitab al-Ibanah
sebagai bukti akan penentangannya itu[11].
Dengan demikian apabila kita mengikuti pendapat
Dr. Hamudah Gharabah yang menganggap bahwa kitab ini ditulis sebagai reaksi
cepat dari sang Imam setelah keluar dari aliran Muktazilah, dan bukan ditulis
ketika beliau masih menganut aliran Muktazilah, maka pendapat ini lebih
mendekati pada kebenaran ketika membahas tema ini secara global[12].
Dr. Hamudah Gharabah juga berpendapat bahwa perbedaan antara Imam al-Asyari dan
pengikutnya adalah perbedaan yang tidak menyentuh pada pikiran utama dalam mazhab
al-Asyari, serta tidak ada jurang perbedaan yang lebar antara mereka seperti
yang diklaim oleh para orientalis.
Bahkan Dr. Hamudah berpendapat lebih jauh
lagi, bahwa Imam al-Asyari konsisten mengikuti akidah Imam Ahmad bin Hanbal dan
tidak pernah meninggalkannya. Sementara
pengikut Imam Ahmad bin Hanbal sendiri malah meninggalkannya, klaim ini sangat
penting untuk dikaji.
Ma'sum Ahmadi/Annajah Center Sidogiri
[1]
Muhammad Idrus Romli. Mazhab al-Asyari Benarkah Ahlussunah Wal Jama’ah?,
(Khalista), 2009. hal. 26.
[2]
Tim Karya Ilmiyah Santri Lirboyo. Aliran-Aliran
Teologi Islam, (2008). hal. 242.
[3] Tabyin
al-Kadzib al-Muftari ala al-Imam al-Asy’ari, hal. 112-113.
[4]
Imam Asy’ari, Al-Ibanah ‘an Ushul ad-Diyanah. (Darul Anshar). hal. 74.
[5] Hamad al-Sinan dan Fauzi al-‘Anjari, Ahl
al-Sunnah al-Asya’irah Syahadah ‘ulama’ al-Ummah wa Adillatuhum, (Hawalli:
Dar al-Dhiya’, 2005), hal. 58.
[6]
Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir. Ensiklopedia Aliran dan Mazhab
di Dunia Islam, (Pustaka Al Kautsar), hal. 158.
[7]
Tim Karya Ilmiyah Santri Lirboyo. Aliran-Aliran
Teologi Islam, (2008). hal. 243-244.
[8]
Abdullah Mahmud Muhammad ‘Umar. Op. Cit. hal.4; Imam Asy’ari, Al-Ibanah
‘an Ushul ad-Diyanah. (Darul Anshar). hal. 20.
[9]
Lihat Al-Imam Al-Asy’ari. hal. 68.
[10]
Imam Asy’ari, Al-Ibanah ‘an Ushul ad-Diyanah. (Darul Anshar). hal. 74.
[11]
Tim Karya Ilmiyah Santri Lirboyo. Aliran-Aliran
Teologi Islam, (2008). hal. 253.
[12] Lihat, Al-Asy’ari, karya Dr.
Hamudah, hal. 135-136.